BAB II
PEMBAHASAN
a.Hikmah
Zakat
Zakat termasuk ibadah maaliyah (harta) yang paling
pokok di antara ibadah maaliyah lainnya. Perintah zakat termaktub dalam Al
Quran, dan kewajibannya sering digandeng dengan shalat sebanyak di 82 ayat.
(Fiqhus Sunnah, 1/327).[1]/[2]
Ada beberapa hikmah yang bisa
kita petik dari amal zakat ini.
1)
Agar muzakki mampu mengontrol harta
kekayaannya, sehingga dia tidak dilalaikan dengan hartanya tersebut.
2)
Agar harta tidak berputar hanya pada orang
kaya saja.
3)
Meminimkan kesenjangan dan
kecemburuan sosial sehingga mampu mendekatkan hubungan antara muzakki dan
mustahiq, sehingga ukhuwah islamiyah dapat terwujud dengan harmonis. Bahkan
jika dikelola dengan profesional, zakat bisa menjadi sarana pengentasan
kemiskinan.
4)
Melatih dan melahirkan sifat dermawan dan
cinta kebaikan bagi muzakki.
5)
Membantu meringankan
penderitaan osaudara yang lain.
b. Barang yang Wajib di Zakati
a.
Binatang ternak,
syarat-syaratnya adalah sebagai berikut.
Peternakan telah berlangsung selama satu tahun.
Peternakan telah berlangsung selama satu tahun.
b.
Binatang
ternak digembalakan di tempat-tempat umum dan tidak dimanfaatkan untuk
kepentingan
alat produksi (pembajak sawah).
alat produksi (pembajak sawah).
c.
Mencapai nisab. Nisab untuk unta adalah 5
(lima) ekor, sapi 30 ekor, kambing atau domba 40 ekor.
d.
Ketentuan volume zakatnya sudah ditentukan
sesuai karakteristik tertentu dan diambil dari binatang ternak itu
sendiri.
Tentang zakat, secara global
ada dua macam, yaitu untuk jasmani dan rohani di bawah ini jenis-jenis zakat
dan dalil-dalil yang berhubungan dengannya :
1. Zakat Fitri
1. Zakat Fitri
Yaitu zakat yang
dikeluarkan pada saat menjelang hari raya, paling lambat sebelum shalat Idul
Fitri, untuk mengenyangkan kaum fakir miskin saat hari raya, dan hukumnya
wajib. Untuk lebih lengkap tentang zakat fitri silahkan baca artikel Syaikh
Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:
أي الزكاة التي تجب بالفطر من
رمضان. وهي واجبة على كل فرد من المسلمين، صغير أو كبير، ذكر أو أنثى، حر أو عبد
Yaitu zakat yang
diwajibkan karena berbuka dari Ramadhan (maksudnya: berakhirnya Ramadhan). Dia
wajib bagi setiap pribadi umat Islam, anak-anak atau dewasa, laki-laki atau
perempuan, merdeka atau budak. (Fiqhus Sunnah, 1/412).Beliau mengatakan :[3]
تجب على الحر المسلم، المالك
لمقدار صاع، يزيد عن قوته وقوت عياله، يوما وليلة. وتجب عليه، عن نفسه، وعمن تلزمه
نفقته، كزوجته، وأبنائه، وخدمه الذين يتولى أمورهم، ويقوم بالانفاق عليهم.
Wajib bagi setiap muslim yang merdeka, yang memiliki
kelebihan satu sha’ makanan bagi dirinya dan keluarganya satu hari satu malam.
Zakat itu wajib, bagi dirinya, bagi orang yang menjadi tanggungannya, seperti
isteri dan anak-anaknya, pembantu yang melayani urusan mereka, dan itu
merupakan nafkah bagi mereka.(Ibid,1/412-413).[4]
Harta yang dikeluarkan adalah
makanan pokok di negeri masing-masing, kalau di negeri kita sebanyak (+/-) 2,5
Kg beras. Ini pandangan jumhur (mayoritas) imam madzhab seperti Imam Malik,
Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka menolak pembayaran zakat fitri
dengan nilai harganya (uang), karena hal itu dianggap bertentangan dengan sunah
nabi. Ini juga menjadi pandangan sebagian besar ulama kerajaan Arab Saudi, dan
yang mengikuti mereka.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِبْنِعُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوْ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
Dari Abdullah bin Umar, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mewajibkan zakat fitri pada bulan
Ramadhan untuk setiap jiwa kaum muslimin, baik yang merdeka atau budak,
laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa, sebanyak satu sha’ kurma atau
satu sha’ biji-bijian. (HR. Muslim No. 984)[5]
Hadits ini menunjukkan bahwa yang mesti dikeluarkan dalam
zakat fitri adalah makanan pokok pada sebuah negeri, sebagaimana contoh dalam
hadits ini. Maka, menggunakan nilai atau harga dari makanan pokok merupakan
pelanggaran terhadap sunah ini.Sedangkan Imam Abu Hanifah, menyatakan bolehnya
zakat fitri denganuang.Berkata Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah:
وجوز أبو حنيفة إخراج القيمة
Abu Hanifah membolehkan mengeluarkan harganya. (Fiqhus Sunnah, 1/413)[6]
Ini juga pendapat Imam Sufyan
Ats Tsauri, Imam ‘Atha, Imam Al Hasan Al Bashri, Imam Bukhari, Imam Muslim, dan
juga sahabat nabi, seperti Muawiyah Radhiallahu ‘Anhu dan Mughirah bin Syu’bah
Radhiallahu ‘Anhu, membolehkannya dengan nilainya, sebab yang menjadi prinsip
adalah terpenuhi kebutuhan fakir miskin pada hari raya dan agar mereka tidak
meminta-minta pada hari itu. Sebagaimana hadits dari Ibnu Umar Radhiallahu
‘Anhuma:
فرض رسول الله صلى الله عليه و سلم زكاة الفطر وقال أغنوهم في هذا اليوم
فرض رسول الله صلى الله عليه و سلم زكاة الفطر وقال أغنوهم في هذا اليوم
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam mewajibkan zakat fitri, Beliau bersabda: “Penuhilah kebetuhan
mereka pada hari ini.” (HR. Ad Daruquthni, 2/152).[7]Dalam
riwayat lain:
أَغْنُوهُمْ عَنْ طَوَافِ هَذَا الْيَوْم
Penuhilah kebutuhan mereka, jangan sampai mereka berkeliling (untuk minta-minta) pada hari ini. (HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7528) [8]
Dari riwayat ini, bisa
dipahami bahwa yang menjadi substansi adalah terpenuhinya kebutuhan mereka
ketika hari raya dan jangan sampai mereka mengemis. Pemenuhan kebutuhan itu
bisa saja dilakukan dengan memberikan nilai dari kebutuhan pokoknya, atau juga
dengan barangnya. Apalagi untuk daerah pertanian, bisa jadi mereka lebih
membutuhkan uang dibanding makanan pokok, mengingat daerah seperti itu biasanya
tidak kekurangan makanan pokok.
Sebagaian ulama kontemporer, seperti Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullahu Ta’ala membolehkan dengan uang, jika memang itu lebih.
Sebagaian ulama kontemporer, seperti Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullahu Ta’ala membolehkan dengan uang, jika memang itu lebih.
2. Zakat Mal (Zakat Harta)
Zakat Mal mencakup beberapa jenis harta, yakni:
A. Zakat Emas dan Perak
Kewajiban zakat emas dan
perak, diperintahkan dalam Al Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْأَحْبَارِ وَالرُّهْبَانِ لَيَأْكُلُونَ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَيَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلَا يُنْفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ (34) يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنْتُمْ تَكْنِزُونَ (35)
34. Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan
harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak
menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
35. pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka
Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu
dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk
dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu." (QS. At
Taubah (9): 34-35)[9]
Khadimus Sunnah Asy Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
mengatakan:
والزكاة واجبة فيهما، سواء أكانا نقودا، أم سبائك، أم تبرأ، متى بلغ مقدار المملوك من كل منهما نصابا، وحال عليه الحول، وكان فارغا عن الدين، والحاجات الاصلية.
والزكاة واجبة فيهما، سواء أكانا نقودا، أم سبائك، أم تبرأ، متى بلغ مقدار المملوك من كل منهما نصابا، وحال عليه الحول، وكان فارغا عن الدين، والحاجات الاصلية.
Zakat diwajibkan atas keduanya
(emas dan perak), sama saja apakah berupa mata uang, kepingan, atau masih
gumpalan, pada saat dimiliki keduanya sudah mencapai nishab dan sudah se-haul
(satu tahun) kepemilikannya, dan pemiliknya bebas dari hutang dan berbagai kebutuhan
mendasar. (Lihat Fiqhus
Sunnah, 1/339. Darul Kitab Al
‘Arabi)[10]
B.Zakat Tijarah (Perniagaan)
Ini adalah pandangan jumhur
ulama sejak zaman sahabat, tabi’in, dan fuqaha berikutnya, tentang wajibnya
zakat harta perniagaan, ada pun kalangan zhahiriyah mengatakan tidak ada zakat
pada harta perniagaan.Zakat ini adalah pada harta apa saja yang memang
diniatkan untuk didagangkan, bukan menjadi harta tetap dan dipakai
sendiri.
Syaikh Yusuf Al Qaradhawi Hafizhahullah mengatakan tentang
batasan barang dagangan:
ولو اشترى شيئًا للقنية كسيارة ليركبها، ناويًا أنه إن وجد ربحًا باعها، لم يعد ذلك مال تجارة بخلاف ما لو كان يشتري سيارات ليتاجر فيها ويربح منها، فإذا ركب سيارة منها واستعملها لنفسه حتى يجد الربح المطلوب فيها فيبيعها، فإن استعماله لها لا يخرجها عن التجارة، إذ العبرة في النية بما هو الأصل، فما كان الأصل فيه الاقتناء والاستعمال الشخصي: لم يجعله للتجارة مجرد رغبته في البيع إذا وجد ربحًا، وما كان الأصل فيه الاتجار والبيع: لم يخرجه عن التجارة طروء استعماله. أما إذا نوى تحويل عرض تجاري معين إلى استعماله الشخصي، فتكفي هذه النية عند جمهور الفقهاء لإخراجه من مال التجارة، وإدخاله في المقتنيات الشخصية غير النامية[11]
Seandainya seseorang membeli
sesuatu untuk dipakai sendiri seperti mobil yang akan dikendarainya, dengan
niat apabila mendatangkan keuntungan nanti dia akan menjualnya, maka itu juga
bukan termasuk barang tijarah (artinya tidak wajib zakat, ). Hal ini berbeda
dengan jika seseorang membeli beberapa buah mobil memang untuk dijual dan
mengambil keuntungan darinya, lalu jika dia mengendarai dan menggunakan mobil
itu untuk dirinya, dia menemukan adanya keuntungan dan menjualnya, maka apa
yang dilakukannya yaitu memakai kendaraan itu tidaklah mengeluarkan status
barang itu sebagai barang perniagaan. Jadi, yang jadi prinsip adalah niatnya.
Jika membeli barang untuk dipakai sendiri, dia tidak meniatkan untuk menjual
dan mencari keuntungan, maka hal itu tidak merubahnya menjadi barang tijarah
walau pun akhirnya dia menjualnya dan mendapat keuntungan. Begitu juga
sebaliknya jika seorang berniat merubah barang dagangan menjadi barang yang dia
pakai sendiri, maka niat itu sudah cukup menurut pendapat mayoritas fuqaha
(ahli fiqih) untuk mengeluarkan statusnya sebagai barang dagangan, dan masuk ke
dalam kategori milik pribadi yang tidak berkembang. (Fiqhuz Zakah, 1/290)
Contoh si A membeli
barang-barang meubel untuk dipakai dan ditaruh dirumah, maka ini tidak kena
zakat, sebab tidak ada zakat pada harta yang kita gunakan sendiri seperti
rumah, kendaraan, pakaian, walaupun berjumlah banyak kecuali jika itu
diperdagangkan . Nah, jika si A membeli barang-barang tersebut untuk dijual,
maka barang tersebut wajib dikeluarkan zakatnya jika sudah mencapai nishabnya
dan jika sudah satu haul (setahun), yaitu dengan cara ditaksir harganya dan
dikeluarkan dalam bentuk harganya itu, sebanyak 1/40 harganya.
Abu Amr bin Himas menceritakan, bahwa ayahnya menjual kulit dan alat-alat yang terbuat dari kulit, lalu Umar bin Al Khathab berkata kepadanya:
يَا حِمَاسُ ، أَدِّ زَكَاةَ مَالَك ، فَقَالَ : وَاللَّهِ مَا لِي مَالٌ ، إنَّمَا أَبِيعُ الأَدَمَ وَالْجِعَابَ ، فَقَالَ : قَوِّمْهُ وَأَدِّ زَكَاتَهُ.
“Wahai Himas, tunaikanlah zakat hartamu itu.” Beliau menjawab: “Demi Allah, saya tidak punya harta, sesungguhnya saya cuma menjual kulit.” Umar berkata: “Perkirakan harganya, dan keluarkan zakatnya!”
Abu Amr bin Himas menceritakan, bahwa ayahnya menjual kulit dan alat-alat yang terbuat dari kulit, lalu Umar bin Al Khathab berkata kepadanya:
يَا حِمَاسُ ، أَدِّ زَكَاةَ مَالَك ، فَقَالَ : وَاللَّهِ مَا لِي مَالٌ ، إنَّمَا أَبِيعُ الأَدَمَ وَالْجِعَابَ ، فَقَالَ : قَوِّمْهُ وَأَدِّ زَكَاتَهُ.
“Wahai Himas, tunaikanlah zakat hartamu itu.” Beliau menjawab: “Demi Allah, saya tidak punya harta, sesungguhnya saya cuma menjual kulit.” Umar berkata: “Perkirakan harganya, dan keluarkan zakatnya!”
(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Al
Mushannaf No. 10557, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf No. 7099, Al Baihaqi dalam
As Sunan Al Kubra No. 7392).[12]
C.Zakat Hasil Tanaman dan
Buah-Buahan
Para fuqaha sepakat atas
kewajiban zakat tanaman dan buah-buahan. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam
jenis tanaman dan buah apa saja yang dizakatkan.Secara ringkas sebagai berikut:
1.
Hasil pertanian dimiliki sendiri. Artinya, yang
berhak mengeluarkan zakat hasil pertanian adalah pemilik sawah, bukan buruh
yang menggarap sawah. Masyarakat Indonesia mengenal dua jenis pengelola sawah,
yaitu pemilik sawah dan orang yang bekerja merawat tanaman di sawah. Pemilik
sawah (tuan tanah) tersebutlah yang harus berzakat hasil pertanian.
2.
Telah mencapai nisab yang telah ditentukan.
Hasil pertanian sawah yang wajib dikeluarkan zakat adalah minimal 653 kg. Bila
hasil pertanian tersebut berupa buah, sayuran, dan bunga, maka seluruh kekayaan
hasil pertanian diubah ke nilai hasil pertanian makanan pokok masyarakat
setempat.
Lalu,
berapakah jumlah zakat yang harus dikeluarkan petani? Menurut sumber pengairan
yang dipakai untuk mengerjakan sawah, jumlah zakat hasil pertanian dibagi
menjadi dua.
1. Pertanian
yang menggunakan air hujan, air sungai, dan mata air sebagai sumber pengairan.
Jika sawah yang dikelola adalah sawah tadah hujan dan jenis pengairan lain yang
tidak perlu membeli air, maka besar zakat hasil pertanian adalah sebesar 10
persen dari seluruh hasil panen.
2. Pertanian
yang mengharuskan membeli air irigasi supaya sawah mereka dapat tumbuh. Untuk
pertanian jenis ini jumlah zakat pertanian yang harus dikeluarkan adalah 5
persen dari seluruh hasil panen. Jumlah 5 persen lainnya diasumsikan sebagai
biaya pembelian pupuk, perawatan lahan, obat hama, dan lain-lain.
Pada saat ini sangat jarang kita temukan sawah
yang benar-benar tadah hujan maupun sawah irigasi. Bagaimana bila sawah
dikelola menggunakan kedua cara pengairan, yaitu air hujan dan air irigasi?
Jika kita mengacu kepada pendapat Imam Az-Zarkawi, maka besar zakat hasil
pertanian sawah jenis ini adalah 7.5 persen. Besar prosentase 7.5 adalah nilai
tengah dari 5 persen dan 10 persen.
Untuk mengeluarkan zakat hasil pertanian tidak
perlu menunggu masa kepemilikan selama satu tahun. Jadi, waktu mengeluarkan
zakat adalah ketika tiba masa panen. Namun ada sebagian orang yang lebih suka
berzakat maal pada bulan Ramadhan bersamaan dengan zakat fitrah. Hal tersebut
tidak masalah asalkan masih dalam satu tahun masa panen karena kalau sudah
lewat tahun berikutnya maka dikhawatirkan petani sudah lupa untuk menunaikan
zakat hasil pertanian.
a.
Zakat tanaman dan buah-buahan
hanya pada yang disebutkan secara tegas oleh syariat, seperti gandum, padi,
biji-bijian, kurma dan anggur, selain itu tidak ada zakat. Ini pendapat Imam Al
Hasan Al Bashri, Imam Sufyan Ats Tsauri, dan Imam Asy Sya’bi. Pendapat ini
dikuatkan oleh
Imam Asy Syaukani.Pendapat ini berdasarkan wasiat Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari
ketika mereka diutus ke Yaman:
لا تأخذوا الصدقة إلا من هذه الأربعة الشعير والحنطة والزبيب والتمر
“Janganlah kalian ambil zakat kecuali dari empat macam: biji-bijian, gandum, anggur kering, dan kurma. “
(HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1459, katanya: shahih.
Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 7242 , Ad Daruquthni No. 15)[13]
Secara khusus tidak adanya zakat sayur-sayuran (Al Khadharawat), Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Secara khusus tidak adanya zakat sayur-sayuran (Al Khadharawat), Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَيْسَ فِي الْخُضْرَوَاتِ صَدَقَةٌ.
Pada sayur-sayuran tidak ada zakatnya. (HR. Al Bazzar No. 940, Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 5921. Dishahihkan oleh Syaikh Al-bani dalam Shahihul Jami’ No. 5411)
Maka, tidak ada zakat pada semangka, jambu, durian,
sayur-sayuran, dan lainnya yang tidak disebutkan oleh nash. Kecuali jika
buah-buahan dan tanaman ini diperdagangkan, maka masuknya dalam zakat tijarah.
b. Sayur-sayuran dan semua yang dihasilkan oleh bumi (tanah) wajib dizakati, ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, juga Imam Ibnul ‘Arabi, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan umumnya ulama kontemporer.
b. Sayur-sayuran dan semua yang dihasilkan oleh bumi (tanah) wajib dizakati, ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah, juga Imam Ibnul ‘Arabi, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, dan umumnya ulama kontemporer.
Dasarnya keumuman firman Allah Ta’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu .. (QS. Al Baqarah (2): 267)[14]
Juga keumuman hadits:
فيما سقت السماء العشر
Apa saja yang disirami air hujan maka zakatnya sepersepuluh. (Hadits yang semisal ini diriwayatkan oleh banyak imam diantaranya: Al Bukhari, At Tirmidzi, An Nasa’i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, Al Baihaqi, Ath Thabarani, Ad Daruquthni, Al Baghawi, Al Bazzar, Ibnu Hibban, Ath Thahawi, dan Ibnu Khuzaimah).Maka, hasil tanaman apa pun mesti dikelurkan zakatnya, baik yang dikeluarkan adalah hasilnya itu, atau harganya.
c. Pendapat Al Qadhi Abu Yusuf yang mengatakan semua yang
tumbuh dari bumi mesti dizakatkan, selama yang bisa bertahan dalam setahun. Ada
pun yang tidak bisa bertahan dalam setahun seperti mentimun, sayur-sayuran,
semangka, dan yang apa saja yang akan busuk dalam waktu sebelum setahun, maka
itu tidak ada zakat.
D. Zakat Ternak
Zakat hewan ternak (Al An’am)
pada Unta, Sapi, Kerbau dan Kambing (dengan berbagai variannya) adalah ijma’ ,
tidak ada perbedaan pendapat.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah menjelaskan:
جاءت الاحاديث الصحيحة، مصرحة بإيجاب الزكاة في الابل، والبقر، والغنم، وأجمعت الامة على العمل.
ويشترط لايجاب الزكاة فيها: أن تبلغ نصابا وأن يحول عليها الحول وأن تكون سائمة، أي راعية من الكلا المباح أكثر العام
Telah datang berbagai hadits shahih yang menjelaskan kewajiban zakat pada Unta, Sapi, dan Kambing, dan umat telah ijma’ (sepakat) untuk mengamalkannya. Zakat ini memiliki syarat: sudah sampai satu nishab, berlangsung selama satu tahun, dan hendaknya hewan tersebut adalah hewan yang digembalakan, yaitu memakan rumput yang tidak terlarang sepanjang tahun itu. (Fiqhus Sunnah, 1/363).[15]
Sedangkan, selain hewan Al
An’am tidak wajib dizakatkan, seperti kuda, keledai, ayam, ikan, bighal,
kecuali jika semua dijual, maka masuknya dalam zakat tijarah (perniagaan).
Wallahu A’lam
Syaikh Sayyid Sabiq
Rahimahullah mengatakan:
لا زكاة في شئ من الحيوانات غير الانعام.فلا زكاة في الخيل والبغال والحمير، إلا إذا كانت للتجارة
Tidak ada zakat pada
hewan-hewan selain Al An’am, maka tidak ada zakat pada kuda, bighal (peranakan
kuda dan keledai), keledai, kecuali jika untuk diperdagangkan. (Fiqhus Sunnah,
1/368) [16]
Namun demikian, tidak semua Al
An’am bisa dizakatkan, ada syarat yang mesti dipenuhi:
1. Sampai nishabnya
2. Sudah berlangsung satu
tahun (haul)
3. Hendaknya hewan ternak itu
adalah hewan yang digembalakan, yang memakan rumput yang tidak terlarang dalam
sebagai besar masa setahun itu.
Ada tiga jenis hewan ternak yang wajib
dizakati, yaitu:
1.
Unta dan
berbagai macam jenisnya.
2.
Sapi dan
berbagai macam jenisnya, termasuk kerbau.
3.
Kambing
dan berbagai macam jenisnya, termasuk kambing kacang (ma’iz) dan domba.
Mengenai
kewajiban zakat pada tiga jenis hewan ini dijelaskan dalam hadits Anas bin
Malik mengenai surat Abu Bakr tentang zakat.[1]
Hewan
ternak dapat dibagi menjadi empat macam:
1.
Hewan
ternak yang diniatkan untuk diperdagangkan. Hewan seperti ini dikenai zakat
barang dagangan walau yang diperdagangkan cuma satu ekor kambing, satu ekor
sapi atau satu ekor unta.
2.
Hewan
ternak yang diambil susu dan digembalakan di padang rumput disebut sa-imah.
Hewan seperti ini dikenai zakat jika telah mencapai nishob dan telah memenuhi
syarat lainnya.
3.
Hewan
ternak yang diberi makan untuk diambil susunya dan diberi makan rumput (tidak
digembalakan). Seperti ini tidak dikenai zakat karena tidak termasuk hewan yang
diniatkan untuk diperdagangkan, juga tidak termasuk hewan sa-imah.
4.
Hewan
ternak yang dipekerjakan seperti untuk memikul barang dan menggarap sawah.
Zakat untuk hewan ini adalah hasil upah dari jerih payah hewan tersebut jika
telah mencapai haul dan nishob.[2]
Syarat wajib zakat hewan ternak:
1.
Ternak
tersebut ingin diambil susu, ingin dikembangbiakkan dan diambil minyaknya.
Jadi, ternak tersebut tidak dipekerjakan untuk membajak sawah, mengairi sawah,
memikul barang atau pekerjaan semacamnya. Jika ternak diperlakukan untuk
bekerja, maka tidak ada zakat hewan ternak.
2.
Ternak
tersebut adalah sa-imah yaitu digembalakan di
padang rumput yang mubah selama setahun atau mayoritas bulan dalam setahun[3]. Yang dimaksud padang rumput
yang mubah adalah padang rumput yang tumbuh dengan sendirinya atas kehendak
Allah dan bukan dari hasil usaha manusia.[4]
3.
Telah
mencapai nishob, yaitu kadar minimal dikenai zakat sebagaimana akan dijelaskan
dalam tabel. Syarat ini sebagaimana berlaku umum dalam zakat.
Dalil
bahwasanya hewan ternak harus memenuhi syarat sa-imah disimpulkan dari hadits
Anas bin Malik mengenai surat yang ditulis Abu Bakr tentang zakat,
وَفِى
صَدَقَةِ الْغَنَمِ فِى سَائِمَتِهَا إِذَا كَانَتْ أَرْبَعِينَ إِلَى عِشْرِينَ
وَمِائَةٍ شَاةٌ
“Mengenai zakat pada kambing
yang digembalakan (dan diternakkan) jika telah mencapai 40-120 ekor dikenai
zakat 1 ekor kambing.”[7] Berdasarkan mafhum sifat,
dapat dipahami bahwa jika hewan ternak bukan sebagai sa-imah, maka tidak ada
kewajiban zakat dengan satu ekor kambing.[8] Unta dan sapi diqiyaskan dengan kambing.[9]
Sedangkan mengenai nishob dan kadar wajib zakat
langsung dijelaskan dengan tabel-tabel berikut untuk memudahkan. Ketentuan ini
berasal dari hadits Anas tentang surat Abu Bakr mengenai zakat.[10]Sedangkan untuk ketentuan ternak sapi
dijelaskan dalam hadits Mu’adz radhiyallahu ‘anhu,
ia berkata,
بَعَثَنِى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- إِلَى
الْيَمَنِ فَأَمَرَنِى أَنْ آخُذَ مِنْ كُلِّ ثَلاَثِينَ بَقَرَةً تَبِيعًا أَوْ
تَبِيعَةً وَمِنْ كُلِّ أَرْبَعِينَ مُسِنَّةً
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkanku untuk mengambil dari setiap 30 ekor sapi ada zakat
dengan kadar 1 ekor tabi’ (sapi jantan umur satu tahun) atau tabi’ah (sapi
betina umur satu tahun) dan setiap 40 ekor sapi ada zakat dengan kadar 1 ekor
musinnah (sapi berumur dua tahun).”[11]
Kadar
wajib zakat pada unta
Nishob (jumlah unta)
|
Kadar wajib zakat
|
5-9
ekor
|
1
kambing (syah)
|
10- 14
ekor
|
2 kambing
|
15-19
ekor
|
3
kambing
|
20-24
ekor
|
4
kambing
|
25-35
ekor
|
1
bintu makhod (unta betina berumur 1 tahun)
|
36-45
ekor
|
1
bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)
|
46-60
ekor
|
1
hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)
|
61-75
ekor
|
1
jadza’ah (unta betina berumur 4 tahun)
|
76-90
ekor
|
2
bintu labun (unta betina berumur 2 tahun)
|
91-120
ekor
|
2
hiqqoh (unta betina berumur 3 tahun)
|
121
ekor ke atas
|
setiap
kelipatan 40: 1 bintu labun, setiap kelipatan 50: 1 hiqqoh
|
Kadar
wajib zakat pada sapi
Nishob (jumlah sapi)
|
Kadar wajib zakat
|
30-39
ekor
|
1
tabi’ (sapi jantan berumur 1 tahun) atau tabi’ah (sapi betina berumur 1
tahun)
|
40-59
ekor
|
1
musinnah (sapi betina berumur 2 tahun)
|
60-69
ekor
|
2
tabi’
|
70-79
ekor
|
1
musinnah dan 1 tabi’
|
80-89
ekor
|
2
musinnah
|
90-99 ekor
|
3
tabi’
|
100-109
ekor
|
2
tabi’ dan 1musinnah
|
110-119
ekor
|
2
musinnah dan 1 tabi’
|
120 ke
atas
|
setiap
30 ekor: 1 tabi’ atau tabi’ah, setiap 40 ekor: 1 musinnah
|
Kadar
wajib zakat pada kambing (domba)
Nishob (jumlah kambing)
|
Kadar wajib zakat
|
40-120
ekor
|
1
kambing dari jenis domba yang berumur 1 tahun atau 1 kambing dari jenis ma’iz
yang berumur 2 tahun
|
121-200
ekor
|
2
kambing
|
201-400
ekor
|
3
kambing
|
401 ke
atas
|
setiap
kelipatan seratus bertambah 1 kambing sebagai wajib zakat
|
Berserikat (khulthoh) dalam
kepemilikan hewan ternak ada dua macam:
Pertama: Khulthoh musyarokah, yaitu berserikat dalam pokok harta
di mana nantinya tidak bisa dibedakan antara harta yang satu dan lainnya.
Contoh:
Si A memiliki Rp.5 juta dan si B memiliki Rp.5 juta lalu keduanya membeli
beberapa kambing. Bentuk serikat semacam ini dikenai zakat terhadap harta yang
mereka miliki, seakan-akan harta mereka adalah milik satu orang.
Kedua: Khulthoh mujawaroh, yaitu berserikat dalam nishob hewan
ternak yang memiliki keseluruhan haul yang sama dan kedua harta orang
yang berserikat bisa dibedakan satu dan lainnya. Bentuk serikat semacam ini
dikenai zakat seperti teranggap satu orang jika memenuhi syarat-syarat berikut
ini.
1.
Yang
berserikat adalah orang yang dikenai kewajiban mengeluarkan zakat. Sehingga
serikat yang terdapat kafir dzimmi dan budak mukatab tidak termasuk.
2.
Telah
mencapai nishob ketika diserikatkan. Jika tidak mencapai nishob ketika
digabungkan, maka tidak ada zakat.
3.
Sama
dalam keseluruhan haul.
4.
Berserikat
dalam hal-hal berikut: (a) memiliki satu pejantan, (b) pergi merumput dan
kembali berbarengan, (c) digembalakan pada satu padang rumput, (d) satu ambing
susu, (e) satu kandang untuk beristirahat.[12]
Jenis
khulthoh yang kedua ini dianggap seperti satu harta padahal sebenarnya bisa
dipisah karena berlandaskan hadits,
وَلاَ يُجْمَعُ بَيْنَ مُفْتَرِقٍ وَلاَ
يُفَرَّقُ بَيْنَ مُجْتَمِعٍ خَشْيَةَ الصَّدَقَةِ وَمَا كَانَ مِنْ خَلِيطَيْنِ
فَإِنَّهُمَا يَتَرَاجَعَانِ بَيْنَهُمَا بِالسَّوِيَّةِ
“Tidak digabungkan dua harta
yang berbeda dan tidak dipisah dua harta yang menyatu karena khawatir ada
kewajiban zakat. Jika ada dua harta yang bercampur, maka hitungan keduanya
dikembalikan dalam jumlah.
E. Zakat Rikaz dan Barang
Tambang (Ma’din)
Definisi Rikaz sebagai berikut:
قَالَ مَالِك الْأَمْرُ الَّذِي لَا اخْتِلَافَ فِيهِ عِنْدَنَا وَالَّذِي سَمِعْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ يَقُولُونَهُ إِنَّ الرِّكَازَ إِنَّمَا هُوَ دِفْنٌ يُوجَدُ مِنْ دِفْنِ الْجَاهِلِيَّةِ مَا لَمْ يُطْلَبْ بِمَالٍ وَلَمْ يُتَكَلَّفْ فِيهِ نَفَقَةٌ وَلَا كَبِيرُ عَمَلٍ وَلَا مَئُونَةٍ فَأَمَّا مَا طُلِبَ بِمَالٍ وَتُكُلِّفَ فِيهِ كَبِيرُ عَمَلٍ فَأُصِيبَ مَرَّةً وَأُخْطِئَ مَرَّةً فَلَيْسَ بِرِكَازٍ
Berkata Imam Malik: “Perkara yang tidak lagi diperselisihkan bagi kami dan yang saya dengar dari para ulama, bahwa mereka mengatakan rikaz adalah harta terpendam yang dipendam sejak masa jahiliyah, untuk menemukannya tidak membutuhkan ongkos, tidak juga upaya keras dan tenaga besar untuk mencarinya. Sedangkan yang ditemukan dengan menggunakan ongkos dan bersusah payah mencarinya, yang kadang bisa berhasil, waktu lain bisa gagal, maka itu bukan rikaz.” (Al Muwaththa’ No. 585, riwayat Yahya Al Laitsi[17])
Sedangkan Ma’din (barang tambang) adalah: diambil dari kata ya’danu – ‘ad-nan yang artinya menetap pada suatu tempat.
Nishab zakat emas adalah jika
telah mencapai 20 Dinar dan selama satu tahun kepemilikan, maka zakatnya
1/40-nya, yakni setengah Dinar. (HR. Abu Daud No. 1573, Al Baihaqi dalam As
Sunan Al Kubra No. 7325, dishahihkan Syaikh Al Albani. Lihat Shahih wa Dhaif
Sunan Abi Daud No. 1573)[18]
Nishab zakat perak adalah jika
telah mencapai 200 Dirham selama setahun kepemilikan sebanyak 1/40-nya, yakni 5
dirham. (HR. Abu Daud No. 1574, At Tirmdizi No. 620, Ahmad No. 711, 1232, Al
Bazar No. 679, dan lainnya. Imam At Tirmidzi bertanya kepada Imam Bukhari,
apakah hadits ini shahih? Beliau menjawab: “shahih.” Lihat Sunan At Tirmidzi
No. 620)
Dalil wajibnya zakat rikaz
adalah:
وفي الركاز الخمس
Dan pada rikaz zakatnya adalah seperlima (khumus). (HR. Bukhari No. 1499, Muslim No. 1710)[19]
Hadits ini menunjukkan
wajibnya zakat rikaz, dan berapa yang mesti dikeluarkan, yakni 1/5, atau 20 %.
Rikaz yang mesti dikeluarkan
zakatnya adalah:
الركاز الذي يجب فيه الخمس، هو كل ما كان مالا، كالذهب والفضة، والحديد، والرصاص، والصفر، والانية، وما أشبه ذلك.وهو مذهب الاحناف، والحنابلة، وإسحق، وابن المنذر، ورواية عن مالك، وأحد قولي الشافعي.وله قول آخر: أن الخمس لا يجب إلا في الاثمان: الذهب والفضة
Rikaz yang wajib dikeluarkan zakatnya seperlima adalah semua yang berupa harta seperti emas, perak, besi, timah, tembaga, bejana, dan yang semisalnya. Inilah pendapat Hanafiyah, Hanabilah, Ishaq, Ibnul Mundzir, satu riwayat dari Malik, salah satu pendapat dari Asy Syafi’i. Pendapat yang lain: bahwa seperlima tidaklah wajib kecuali pada mata uang: yaitu emas dan perak. (Fiqhus Sunah, 1/374)
F. Zakat
Profesi/Penghasilan/Mata Pencaharian
Ini adalah jenis zakat yang diperselisihkan para ulama. Hal
ini sama dengan sebagian zakat lainnya, seperti zakat sayur-sayuran,
buah-buahan selain kurma, dan zakat perdagangan. Sebagian kalangan ada yang
bersikap keras menentang zakat profesi, padahal perbedaan seperti ini sudah ada
sejak masa lalu, ketika mereka berbeda pendapat tentang ada tidaknya zakat
sayuran, buah, dan perdagangan tersebut. Seharusnya perbedaan pendapat yang
disebabkan ijtihad seperti ini tidak boleh sampai lahir sikap keras apalagi
membid’ahkan.
Mereka yang mendukung pendapat ini seperti Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahhab Khalaf, Syaikh Abdurrahman Hasan, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memandang ada beberapa alasan keharusan adanya zakat profesi:
Mereka yang mendukung pendapat ini seperti Syaikh Muhammad Abu Zahrah, Syaikh Abdul Wahhab Khalaf, Syaikh Abdurrahman Hasan, dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi, memandang ada beberapa alasan keharusan adanya zakat profesi:
- Profesi yang dengannya menghasilkan uang, termasuk kategori
harta dan kekayaan.
- Kekayaan dari penghasilan bersifat berkembang dan
bertambah, tidak tetap, ini sama halnya dengan barang yang dimanfaatkan untuk
disewakan. Dilaporkan dari Imam Ahmad, bahwa beliau berpendapat tentang
seseorang yang menyewakan rumahnya mendapatkan uang sewaan yang cukup nisab,
bahwa orang tersebut wajib mengeluarkan zakatnya ketika menerimanya tanpa
persyaratan setahun. Hal itu pada hakikatnya menyerupai mata pencaharian, dan
wajib dikeluarkan zakatnya bila sudah mencapai satu nisab, walau tanpa haul.
- Selain itu, hal ini juga diqiyaskan dengan zakat tanaman,
yang mesti dikeluarkan oleh petani setiap memetik hasilnya. Bukankah petani
juga profesi? Sebagian ulama menolak menggunakan qiyas dalam masalah ini,
tetapi pihak yang mendukung mengatakan bukankah zakat fitri dengan beras ketika
zaman nabi juga tidak ada? Bukankah nabi hanya menyontohkan dengan kurma dan
gandum? Saat ini ada zakat fitri dengan beras karena beras adalah makanan pokok
di Indonesia, tentunya ini juga menggunakan qiyas, yakni mengqiyaskan dengan makanan
pokok negeri Arab saat itu, kurma dan gandum. Jadi, makanan apa saja yang
menjadi makanan pokok-lah yang dijadikan alat pembayaran zakat. Jika mau
menolak, seharusnya tolak pula zakat fitri dengan beras yang hanya didasarkan
dengan qiyas sebagai makanan pokok.
- Dalam perspektif keadilan Islam, maka adanya zakat profesi
adalah keniscayaan. Bagaimana mungkin Islam mewajibkan zakat kepada petani yang
pendapatannya tidak seberapa, namun membiarkan para pengusaha kaya, pengacara,
dokter, dan profesi prestise lainnya menimbun harta mereka? Kita hanya berharap
mereka mau bersedekah sesuai kerelaan hati?
- Dalam perspektif maqashid syari’ah (tujuan dan maksud
syariat), adanya zakat profesi adalah sah. Sebab lebih mendekati keadilan dan
kemaslahatan, serta sesuai ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (keluarkan zakat)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu.“ (QS. Al Baqarah (2): 267)[20]
Bukankah zakat penghasilan diambil dari hasil usaha yang
baik-baik saja?
- Mereka berpendapat bahwa zakat profesi ada dua jenis
pelaksanaan, sesuai jenis pendapatan manusia. Pertama, untuk orang yang gajian
bulanan, maka pendekatannya dengan zakat tanaman, yaitu nishabnya adalah 5
wasaq, senilai dengan 653 Kg gabah kering giling, dan dikeluarkan 2,5%, yang
dikeluarkan ketika menerima hasil (gaji), tidak ada haul. Kedua, bagi yang
penghasilannya bukan bulanan, seperti tukang jahit, kontraktor, pengacara,
dokter, dan semisalnya, menggunakan pendekatan zakat harta, yakni nishab
senilai dengan 85gr emas setelah diakumulasi dalam setahun, setelah dikurangi
hutang konsumtif, dikeluarkan sebesar 2,5%.
Pihak yang menolak, umumnya para ulama Arab Saudi dan yang
mengikuti mereka, berpendapat tidak ada zakat profesi. Sebab Al Quran dan As
Sunnah secara tekstual tidak menyebutkannya.
Mereka menganggap, aturan main zakat profesi tidaklah
konsisten. Kenapa nishabnya diqiyaskan dengan zakat tanaman (5 wasaq), tetapi
yang dikeluarkan bukan dengan ukuran zakat tanaman pula? Seharusnya dikeluarkan
adalah 5% atau 10% sebagaimana zakat tanaman, tetapi zakat profesi mengeluarkan
zakatnya adalah 2,5% mengikuti zakat emas.
Sementara Syaikh Ibnul ‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al Munajjid dan lainnya mengatakan bahwa zakat penghasilan itu ada, tetapi seperti zakat lainnya, mesti mencapai nishab, dan menunggu selama satu haul. Dengan kata lain, tidak diwajibkan zakat penghasilan pada gaji bulanan.
Demikianlah perselisihan ini.
Sementara Syaikh Ibnul ‘Utsaimin, Syaikh Shalih Al Munajjid dan lainnya mengatakan bahwa zakat penghasilan itu ada, tetapi seperti zakat lainnya, mesti mencapai nishab, dan menunggu selama satu haul. Dengan kata lain, tidak diwajibkan zakat penghasilan pada gaji bulanan.
Demikianlah perselisihan ini.
- Syarat-syarat
untuk berzakat :
1).Kepemilikan sempurna :
Harta yang dimiliki secara sempurna, maksudnya
pemilik harta tersebut memungkinkan untuk mempergunakan dan mengambil
manfaatnya secara utuh. Sehingga, harta tersebut berada di bawah kontrol dan
kekuasaannya.Harta yang didapatkan melalui proses kepemilikan
yang dibenarkan oleh syarat, seperti hasil usaha perdaganganyang baik dan
halal, harta warisan, pemberian negara atau orang lain wajib dikeluarkan
zakatnya apabila sudah memenuhi syarat-syaratnya. Sedangkan harta yang
diperoleh dengan cara yang haram, seperti hasil merampok, mencuri, dan korupsi
tidaklah wajib dikeluarkan zakatnya, bahkan harta tersebut harus dikembalikan
kepada pemiliknya yang sah atau ahli warisnya.[21]
2). Berkembang
(produktif atau berpotensi produktif) :
Yang dimaksud harta yang berkembang di sini
adalah harta tersebut dapat bertambah atau berkembang bila dijadikan modal
usaha atau mempunyai potensi untuk berkembang, misalnya hasil pertanian,
perdagangan, ternak, emas, perak, dan uang. Pengertian berkembang menurut
istilah yang lebih familiar adalah sifat harta tersebut dapat memberikan
keuntungan atau pendapatan lain.
3).Mencapai nisab :
Yang dimaksud dengan nisab adalah syarat jumlah
mi-nimum harta yang dapat dikategorikan sebagai harta wajib zakat.
4).Melebihi kebutuhan pokok
:
Kebutuhan pokok adalah kebutuhan minimal yang
diperlukan untuk kelestarian hidup. Artinya, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat dipenuhi, yang bersangkutan tidak dapat hidup dengan baik (layak),
seperti belanja sehari-hari, pakaian, rumah, perabot rumah tangga, kesehatan,
pendidikan, dan transportasi. Singkatnya, kebutuhan pokok adalah segala sesuatu
yang termasuk kebutuhan primer atau kebutuhan hidup minimum (KHM). Pengertian
tersebut bersandar pada pendapat Imam Hanafi.
Syarat ini hanya berlaku bagi masyarakat
berpenghasilan rendah atau di bawah standar minimum daerah setempat. Tetapi
yang lebih utama adalah setiap harta yang mencapai nisab harus dikeluarkan
zakatnya, mengingat selain fungsi zakat untuk menyucikan harta, juga memiliki
nilai pendidikan kepada masyarakat luas bahwa semua yang ada di tangan kita
tidak selalu menjadi milik kita. Apalagi di zaman sekarang, gaya hidup modern
oleh sebagian kalangan dianggap sebagai kebutuhan pokok. Jika hal ini terus
berlangsung, manusia modern tidak akan pernah menge-luarkan zakat karena
hartanya selalu habis digunakan untuk memenuhi keinginannya, bukan
kebutuhannya.
5).Terbebas dari utang :
Orang yang mempunyai utang, jumlah utangnya
dapat digunakan untuk mengurangi jumlah harta wajib zakat yang telah sampai nisab.
Jika setelah dikurangi utang harta wajib zakat menjadi tidak sampai nisab,
harta tersebut terbebas dari kewajiban zakat. Sebab, zakat hanya diwajibkan
bagi orang yang memiliki kemampuan, sedang orang yang mempunyai utang dianggap
tidak termasuk orang yang berkecukupan. Ia masih perlu menyelesaikan
utang-utangnya terlebih dahulu. Zakat diwajibkan untuk menyantuni orang-orang
yang berada dalam kesulitan yang sama atau mungkin kondisinya lebih parah
daripada fakir miskin.
6).Kepemilikan satu tahun
penuh (haul) :
Maksudnya adalah bahwa masa kepemilikan harta
tersebut sudah berlalu selama dua belas bulan Qamariah (menurut perhitungan
tahun Hijriah). Persyaratan satu tahun ini hanya berlaku bagi ternak, emas,
uang, harta benda yang diperdagangkan, dan lain sebagainya. Sedangkan harta
hasil pertanian, buah-buahan, rikâz (barang temuan), dan harta lain yang
dikiaskan (dianalogikan) pada hal-hal tersebut, seperti zakat profesi tidak
disyaratkan harus mencapai satu tahun.
Harta Perniagaan,
syarat-syaratnya adalah sebagai berikut.
a.
Muzakki harus menjadi pemilik komoditas
yang diperjualbelikan, baik kepemilikannya itu diperoleh
dari hasil usaha dagang maupun tidak, seperti kepemilikan yang didapat dari warisan dan hadiah.
dari hasil usaha dagang maupun tidak, seperti kepemilikan yang didapat dari warisan dan hadiah.
b.
Muzakki berniat untuk memperdagangkan komoditas
tersebut.
c.
Harta zakat mencapai nisab setelah dikurangi
biaya operasional, kebutuhan primer, dan membayar
utang.
utang.
d.
Kepemilikan telah melewati masa satu tahun
penuh.[22]
b.Manajemen Zakat
Pada bulan Ramadhan ini, umat Islam selain
diperintahkan untuk berpuasa, juga diperintahkan berzakat, terutama zakat
fitrah, baik yang berupa makanan pokok maupun berupa uang yang seharga dengan
hitungan makanan pokok. Zakat merupakan salah satu ibadah yang mengandung
dimensi vertikal (manusia-Tuhan) dan horizontal (manusia-manusia) sekaligus.
Secara vertikal, zakat adalah perintah Allah kepada manusia yang wajib
ditunaikan dan itu sudah final (tauqify), tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Secara horizontal, pengelolaan zakat untuk disalurkan kepada yang berhak (mustahiq)
terbuka peluang untuk ijtihad (ijtihady).[23]
Aspek horizontal inilah yang perlu didiskusikan
dan dikembangkan terus-menerus mengingat zakat memiliki potensi yang besar
dalam menyejahterakan rakyat dan mengandung nilai humanisme, tapi
pengelolaannya selama ini belum maksimal. Tragedi pembagian zakat yang memakan
korban (mati, terinjak, berdesak-desakan) di sejumlah daerah, seperti di
Pasuruan, beberapa tahun lalu, merupakan contoh kecil dari buruknya manajemen
dan strategi.
Dalam hal ini, setidaknya ada empat unsur
penting yang harus dipenuhi. Pertama, badan atau lembaga sebagai pengumpul
zakat bisa berupa Islamic Center, masjid, dan lain-lain. Kedua, proses kerja,
yakni sebuah usaha untuk mengumpulkan, mengelola, mengoptimalkan, dan
memberikan zakat. Ketiga, orang yang melakukan proses dalam hal ini adalah amil
zakat. Keempat, tujuan, yakni terkumpul sekurang-kurangnya 25-50 persen dari
wajib zakat.
Untuk melakukan kerja-kerja tersebut, seorang
manajer akan melakukan kegiatan-kegiatan yang disebut fungsi manajemen sebagai
berikut.
Pertama, planning, yakni harus ditentukan
goal yang ingin dicapai dalam waktu tertentu di masa depan dan apa yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Kedua, organizing, harus ada
pengelompokan kegiatan dan pembagian tugas terhadap apa yang akan dikerjakan
dalam rangka mencapai goal tersebut.
Ketiga, staffing, harus ada penentuan
sumber daya manusia yang diperlukan, pemilihan mereka, pemberian trainning,
dan pengembangannya.
Keempat, motivating, pemberian motivasi
dan arahan untuk menuju goal.
Kelima, controlling, pengukuran performanceuntuk
mencapai goal yang telah ditentukan, penentuan sebab-sebab
terjadinya penyimpangan dari goal, dan sekaligus usaha pelurusan
kembali untuk menuju goalyang ada. Fungsi manajemen yang standar di
atas acapkali diabaikan—untuk mengatakan dianggap tidak penting. Padahal, tanpa
fungsi manajemen tersebut, pengorganisasian apa pun akan tidak maksimal dan
tidak tepat sasaran. Akhirnya, tujuan mulia zakat hanya menguap begitu saja di
udara. Naudzubillah. Apabila fungsi manajemen dilakukan dengan baik
(well-done), tinggal dilakukanlah strategi-strategi pembangunan zakat.
Potensi dana zakat dan realisasi pengumpulannya
dapat gap yang besar. Salah satu bentuk sosialisasinya adalah
kampanye sadar zakat yang dilakukan oleh komponen bangsa, bahkan kalau perlu
sosialisasi tersebut dilakukan mulai dari tingkat presiden sampai RT. Pasalnya,
masyarakat hanya menyadari bahwa zakat fitrah sajalah yang wajib di bayarkan.
Padahal, masih banyak jenis zakat lainnya yang harus dibayarkan, seperti zakat
ternak, tanaman, profesi, dan lain-lain.[24]
1).Fukara dan
Maskin :
Sebagian orang mengatakan bahwa kata
pakir dan miskin, jika kedua disebut bersama-sama, maka masing makna
tersendiri.Tetapi jika keduanya terpisah
maka keduanya menunjukan makna ynag sama merka mengatakan bahwa perbedaan
keduanya jika kkedua keduanya bertemu ialah bahwa ornag pakir tidak
meminta-minta.Akan tetapi sesungguhnya tidak ada gunanya membahas soal ini
setealah diketahui bahwa keduanya sama-sama berhak menerima zakat karena mereka
membutuhkannya. Orang pakir atau miskin yang boleh diberi zakat, menurut
syariat, ialah orang yang tidak mempunyai biaya hidup selama satu tahun untuk
dirinya dan keluarganya.
2).para Amil
Para amil zakat ialah para pengumpul
zakat yang di tunjuk oleh imam atau wakilnya untuk mengumpulkannya dari para
pembayar zakat dan menjaganya, kemudian menyerahkannya kepada ornag yang akan
membagikannya kepada mustahiq.
3).Muallafah
Qulubuhum
Salah satu kelompok pererima zakat
ialah orang-orang yang disebut mallafah, yaitu orang-orang yang dijinakkan hati
mereka dan di satukan atas Islam.
4).Fir’riqab
Yang
dimaksud riqab ialah budak .Sedangkan kata fi’ menunjukkan bahwa zakat untuk
bagian ini bukannya diberikan kepada mereka, tetapi digunakan untuk membebaskan
mereka dan memerdelalan mereka.
5).Gharimin
Merka
ini adalah ornag-orang yang menanggung beban hutang dan mereka tidak mampu
membayarnya.
6).Sabillillah
Ialah segala sesuatu yang
dirido’i oleh Allah dan yang mendekatkan kepada Allah, apapun dia, seperti
membuat jalan, membangun sekolah, dan lain-lain.
7).Ibn sabil
Imam as berkata, “ Ibn sabil ialah
orang yang kehabisan bekal dan uang dalan perjalanan di dalan ketaatan kepada
Allah (bukan perjalanan maksiat).[25]
[1] Al-Quran.
[5] HR.Muslim,hal.984.
[6]Op.cit,1/413.
[8]HR. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra hal. 7528
[9]Al-Quran,At-Taubah.(9).34-35.
[12]Ibnu Abi Syaibah dalam,Al
Mushannaf ,hal. 10557, Abdurrazzaq dalam Al Mushannaf, hal. 7099, Al
Baihaqi,As Sunan Al Kubra hal. 7392.
[13]HR. Al Hakim, Al Mustadrak,hal. 1459, Shahih. Al
Baihaqi, As Sunan Al Kubra hal.7242 , Ad Daruquthni hal.15
[15]Op.cit,hal.1/363.
[16] Ibid,hal.1/368.
[18] (HR. Abu Daud hal. 1573, Al Baihaqi
dalam As Sunan Al Kubra hal. 7325, dishahihkan Syaikh Al Albani. Lihat Shahih
wa Dhaif Sunan Abi Daud hal. 1573.
[21]H.Sulaiman Rasjid,Fiqh Islam,Bandung,hal.211.
[22]Umar Shaha,Fiqh Jafar’as-shidiq,hal. 340 -34.
[23]Muhammad Arsyad Al-Banjari,Sabilalmuthaddin,hal..(…) bab
zakat.
[24] Ahamad Rodoni,Manajemen Zakat,UIN Syarif
Hidayattullah,hal(…) Bab zakat.
[25]Syakh Palembangi,Siarussaliqin ,hal…(…)..bab..zakat.