Secara umum
Pragmatisme berarti hanya idea (pemikiran, pendapat teori) yang dapat
dipraktekkanlah yang benar dan berguna. Idea-idea yang hanya ada di dalam idea
(seperti idea pada Plato, pengertian umum pada Socrates, definisi pada
Ariestoteles), juga kebimbangan terhadap realitas obyek indra (pada Descartes),
semua itu nonsense bagi Pragmatisme. Yang ada ialah apa yang real ada; demikian
kata James tatkala ia membantah Zeno yang mengaburkan anti gerak.
B.
Kritik-kritik terhadap Pragmatisme
Ada kekeliruan
dalam Pragmatism, kekeliruan Pragmatisme dapat dibuktikan dalam tiga tataran
pemikiran :
1.
Kritik dari segi landasan ideologi
Pragmatisme
Pragmatisme dilandaskan pada pemikiran dasar (Aqidah) pemisahan agama dari
kehidupan (sekularisme). Hal ini nampak dari perkembangan historis kemunculan
pragmatisme, yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari empirisme. Dengan
demikian, dalam konteks ideologis, Pragmatisme berarti menolak agama sebagai
sumber ilmu pengetahuan.
Jadi, pemikiran
pemisahan agama dari kehidupan merupakan jalan tengah di antara dua sisi
pemikiran tadi. Penyelesaian jalan tengah, sebenarnya mungkin saja terwujud di
antara dua pemikiran yang berbeda (tapi masih mempunyai asas yang sama). Namun
penyelesaian seperti itu tak mungkin terwujud di antara dua pemikiran yang
kontradiktif. Sebab dalam hal ini hanya ada dua kemungkinan. Yang pertama,
ialah mengakui keberadaan Al Khaliq yang menciptakan manusia, alam semesta, dan
kehidupan. Dan dari sinilah dibahas, apakah Al Khaliq telah menentukan suatu
peraturan tertentu lalu manusia diwajibkan untuk melaksanakannya dalam
kehidupan, dan apakah Al Khaliq akan menghisab manusia setelah mati mengenai
keterikatannya terhadap peraturan Al Khaliq ini. Sedang yang kedua, ialah
mengingkari keberadaan Al Khaliq. Dan dari sinilah dapat dicapai suatu
kesimpulan, bahwa agama tidak perlu lagi dipisahkan dari kehidupan, tapi bahkan
harus dibuang dari kehidupan.
2.
Kritik Dari Segi Metode Pemikiran
Pragmatisme yang
tercabang dari Empirisme nampak jelas menggunakan Metode Ilmiyah, yang
dijadikan sebagai asas berpikir untuk segala bidang pemikiran, baik yang
berkenaan dengan sains dan teknologi maupun ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan.
Ini adalah suatu kekeliruan.
3.
Kritik Terhadap Pragmatisme Itu Sendiri
Pragmatisme adalah
aliran yang mengukur kebenaran suatu ide dengan kegunaan praktis yang
dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Ide ini keliru dari tiga sisi
yaitu :
1.
Pragmatisme mencampur adukkan kriteria
kebenaran ide dengan kegunaan praktisnya. Kebenaran suatu ide adalah satu hal,
sedang kegunaan praktis ide itu adalah hal lain. Kebenaran sebuah ide diukur
dengan kesesuaian ide itu dengan realitas, atau dengan standar-standar yang
dibangun di atas ide dasar yang sudah diketahui kesesuaiannya dengan realitas.
Sedang kegunaan praktis suatu ide untuk memenuhi hajat manusia, tidak diukur
dari keberhasilan penerapan ide itu sendiri, tetapi dari kebenaran ide yang
diterapkan. Maka, kegunaan praktis ide tidak mengandung implikasi kebenaran
ide, tetapi hanya menunjukkan fakta terpuaskannya kebutuhan manusia.
2.
pragmatisme menafikan peran akal manusia.
Menetapkan kebenaran sebuah ide adalah aktivitas intelektual dengan menggunakan
standar-standar tertentu. Sedang penetapan kepuasan manusia dalam pemenuhan
kebutuhannya adalah sebuah identifikasi instinktif. Memang identifikasi
instinktif dapat menjadi ukuran kepuasan manusia dalam pemuasan hajatnya, tapi
tak dapat menjadi ukuran kebenaran sebuah ide. Maka, pragmatisme berarti telah
menafikan aktivitas intelektual dan menggantinya dengan identifikasi
instinktif. Atau dengan kata lain, pragmatisme telah menundukkan keputusan akal
kepada kesimpulan yang dihasilkan dari identifikasi instinktif.
pragmatisme
menimbulkan relativitas dan kenisbian kebenaran sesuai dengan perubahan subjek
penilai ide –baik individu, kelompok, dan masyarakat– dan perubahan konteks
waktu dan tempat. Dengan kata lain, kebenaran hakiki Pragmatisme baru dapat
dibuktikan –menurut Pragmatisme itu sendiri– setelah melalui pengujian kepada
seluruh manusia dalam seluruh waktu dan tempat. Dan ini mustahil dan tak akan
pernah terjadi. Maka, pragmatisme berarti telah menjelaskan inkonsistensi
internal yang dikandungnya dan menafikan dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar