Kamis, 13 Desember 2012

Masyarakat Pedesaan

BAB I
PENDAHULUAN



A.                  Latar Belakang

Banyak alasan pentingnya membicarakan masyarakat perdesaan, selain belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku, juga kalau di kaitkan pembangunan yang banyak dicurahkan kepedesaan; maka demikian bahwa pedesaan memiiki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial atau kehidupannya. Dalam keadaan desa yang sebenarnya, desa masih dianggap sebagai standar dan pemeliharaan sistem bermasyarakat dan kebudayaan asli, seperti tolong menolong, persaudaraan, gotong royong, kesenian, kepribadian dalam berpakayan, adat istiadat dan lain-lain, yang mada jauh berbeda dengan masyarakat perkotaan yang mulai menggunakan ke modern atau ke barat-baratan. Masyarakat perdesaan(khususnya di indonesia) pada umumnya masih menggunakan adat ketimuran walaupun tidak semuanya. Dan juga bahkan mereka masih ada mengunakan pakayan adat mereka untuk sehari-hari.

B.                  Rumusan Masalah
1.                   Apa yang dimaksud masyarakat pedesaan
2.                   Apa saja syarat utama hidup di masyarakat pedesaan
3.                   Apa pekerjaan masyarakat perdesaan

C.                  Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan penulis antara lain adalah:
a.                   Memahami pengertian masyarakat perdesaan.
b.                   Mengetahui ciri-ciri dari masyarakat pedesaan.
c.                    Sebagai pemenuhan tugas makalah IAD,IBD,ISD

D.                  Metode penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini yang di pakai oleh penulis selain dari metode kepustakaan penulis juga menggunakan media internet.






BAB II
PEMBAHASAN

A.                  Pengertian Masyarakat
Sebelum kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat, baik kita tinjau terlebih dahulu tentang masyarakat. Menurut R.Linton:Seorang ahli antropologi mengemukakan,bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerjasama, sehingga meraka ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.
Mengingat banyaknya definisi masyarakat tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan, bahwa masyarakat harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a.                   Harus ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b.                   Telah bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c.                    Adanya aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada kepentingan dan tujuan bersama.

Apabila kita berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakanya dari sudut antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat dua tipe masyarakat:
Pertama, satu masyarakat kecil yang belum negitu kompleks, yang belum mengenal pembagian kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari sebagai satu kesatuan.
Kedua, masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah mengenal tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan didekati sebagian saja.

B.                  Kebudayaan Primitif Agraris
Ditinjau dari segi geografis, desa adalah suat hasil perpaduan antara kegiatan suatu kelompok manusia dan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu merupakan suatu wujud atau kenampakan du muka bumiyang ditimbulkan oleh unsure-unsur fisiografis, sosial, ekonomi, dan cultural yang saling berinteraksi antar unsure tersebut dan juga hubungannya dengan daerah-daerah laen.
Menurut Sotardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum bertempat tinggalnya suatu masyarakat yang berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto dalam bukunya Suatu Pengantar Geografis desa, 1977, dijelaskan sebagai berikut:
a.                   Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, serta penggunaannya.
b.                   Penduduk, meliputi jumlah, pertambahan, kepadatan persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
c.                    Tata kehidupan, dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.

Maju mundurnya desa bergantung pada tiga unsur ini yang dalam kenyataannya ditentukan oleh faktor usaha manusia (human efforts) dan tata geografi. Aadapun menurut Paul H.Landis desa adalah daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Memiliki cara berusaha (dalam hal ekonomi), yaitu agraris pada umumnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan alam, seperti: iklim, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris bersipat sambilan.[1]

Ciri - Ciri Masyarakat Desa antara lain :
1.                                           Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
2.                                           Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
3.                                           Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
4.                                           Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.
5.                                           Sistem gotong royong, pembagian kerja tidak berdasarkan keahlian.
6.                                           Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien karena belum mengenal mekanisasi dalam pertanian.
7.                                           Golongan orang tua dalam masyarakat pedesaan memegang peranan penting.[2]
Jadi, yang dimaksud masyarakat perdesaan adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu yang penghuninya mempunyai hubungan erat dan mempunyai perasaan yang sama terhadap adat kebiasaan yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan didalam kelompok mereka, seperti gotong royong dan tolong menolong. [3]

C.                  Masyarakat Perdesaan
Masyarakat perdesaan sering disebut juga dengan istilah “rural community”. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang dimaksud dengan masyarakat pedesaan. Gambaran umum masyarakat pedesaan antara lain: Warga-warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam dari pada hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya, diluar batas-batas wilayahnya.
Golongan-golongan orang tua pada masyarakat pedesaan, pada umumnya memegang peranan yang penting. Orang-orang akan selalu meminta nasehat-nasehat kepada mereka, apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah bahwa golongan-golongan orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat, sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian sosial masyarakat terasa sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu sangat sukar tuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali untuk merubah jalan pikiran sosial kearah jalan pikiran yang ekonomis, hal mana juga disebabkan kurangnya alat-alat komonikasi. Sebagai akibat sistem komonikasi yang sederhana, hubungan antara seseorang dengan orang laen dapat diatur dengan seksama. Rasa persatuan erat sekali,  yang kemudian menimbulkan saling kenal mengenal dan saling tolong menolong yang akrab.[4]

D.                  Ciri-ciri Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan ditandai dengan dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama anggota warga desa sehingga seorang merasa dirinya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat tempat dia hidup serta rela berkorban demi masyarakatnya, saling menghormati, serta mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama didalam masyarakat terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama. Adapun yang dijadikan cirri-ciri masyarakat pedesaan, antara lain sebagai berikut.
a.                   Setiap warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan warga masyarakat diluar batas-batas wilayahnya.
b.                   Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan (gemeinschaft atau paguyuban).
c.                    Sebagian besar masyarakat pedesaan hidup dari pertanian. Adapun pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan sambilan sebagai pengisi waktu luang.
d.                   Masyarakatnya homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.

Masyarakat pedesaan identic dengan istilah ‘gotong-royong’ yang merupakan kerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Kerja bakti itu ada dua macam:
1.                                                       Kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasanya di istilahkan dari bawah).
2.                                                       Kerja sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya tidak dari inisiatif warga itu sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).

E.                  Unsur-Unsur Desa
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaanya. Penduduk adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat. Tata kehidupan, dalam hal ini pola pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak berdiri sendiri.
F.                   Fungsi Desa
Pertama, dalam hubungan dengan kota, maka desa yang merupakan “hinterland” atau daerah dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok.
Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industry, desa nelayan dan sebagainya.Dari uraian tersebut maka secara singkat ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:

1.                               Homogenitas social
Bahwa masyarakat desa terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen. Hubungan primer, pada masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah.
2.                               Kontrol sosial yang ketat
Setiap anggota masyarakat saling mengetahui masalah yang dihadapi anggota lain bahkan ikut menyelesaikannya.
3.                               Gotong royong
Nilai-nilai gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya.
4.                               Ikatan sosial
Setiap anggota masyarakat pedesaan diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secara ketat.
5.                               Magis religius
Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam.
6.                               Pola kehidupan
Masyarakat desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik  pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan.[5]

G.                  Kegiatan Masyarakat Desa
Karena anggota warga masyarakat mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, mereka selalu bekerja sama untuk mencapai kepentingan mereka pada. Pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta perkawinan ,memperbaiki jalan desa, membuat saluran air, dan sebagainya, mereka selalu bekerja sama. Bentuk kerja sama masyarakat ini lah yang sering di istilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong. Pada saat ini  pekerjaan gotong royong lebih populer dengan istilah kerja bakti, misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan desa (ronda malam), dan sebagainya. Kerja sama macam ini biasanya menangani hal-hal yang lebih bersipat demi kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan perseorangan (individual), seperti mendirikan rumah, pesta perkawinan, pada musibah (seperti kematian), kelahiran dan sebagainya. Perlu dicatat dan diketahui di sini bahwa semua kegiatan kerja sama ini, baik kerja bakti ataupun tolong-menolong, tidak membutuhkan tenaga ahli tertentu. Dalam arti, setiap warga desa mampu mengerjakannya, pekerjaan gotong royong (kerja bakti) terdiri atas dua macam, yaitu:
a.                   Kerja sama untuk pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasa diistilahkan dari bawah).
b.                   Kerja sama dari masyarakat itu sendiri, tetapi berasal dari luar (biasa berasal dari atas)
Kerja sama jenis pertama biasanya dirasakan kegunaannya bagi masyarakat, sedangkan jenis kedua kurang dipahami kegunaannya. Oleh karena itu, kalau kerja ini datangnya dari atas, diusahakan agar masyarakat memahami bahwa kegunaannya bagi kepentingan mereka (umum) sehingga mereka merasa bahwa pekerjaan itu sebagai proyek mereka sendiri.[6]
Seperti yang di katakana di atas warga-warga masyarakat suatu pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam dari pada hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya, di luar batas-batas wilayahnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok, atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, kebiasaannya pekerjaan di luar pertanian hanya pekerjaan sambilan saja, oleh karenanya bila tiba masanya penen atau masa menanam padi, pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi langsung di tinggalkannya.
Namun demikian, hal itu tidaklah berarti bahwa setiap orang memiliki tanah. Suatu contoh adalah 480 jiwa setiap satu kilometer persegi dan bahkan ada tempat-tempat di mana kepadatan penduduk mencapai 800 jiwa setiap satu kilometer persegi. Mengingat hal itu semuanya, di pulau jawa di kenal adanya  empat macam sistem pemilikan tanah, yaitu:
a.                   Sistem milik umum atau milik kommunal dengan pemakayan beralih-alih,
b.                   Sistem milik kommunal dengan pemakayan bergiliran,
c.                    Sistem kommonal dengan pemakayan tetap, dan
d.                   Sistem milik individu.

Di luar jawa, misalnya di Sumatera, di samping pertanian penduduk pedesaan juga berkebun, misalnya berkebun lada, karet, kelapa sawit dan sebagainya. Pada umumnya penduduk  pedesaan di Indonesia ini apabila ditinjau dari segi kehidupannya sangat terikat dan sangat tergantung dengan tanah. Karna mereka sama-sama tergantung pada tanah, maka mereka sama-sama mempunyai kepentingan pokok yang sama, sehingga mereka akan bekerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingannya. Misalnya pada musim pembukaan tanah atau pada waktu menanam tiba, mereka akan bersama-sama mengerjakannya. Hal itu mereka lakukan, karena biasanya satu keluarga saja tak akan cukup memiliki tenaga kerja untuk mengerjakan tanahnya. Sebagai akibat kerja sama tadi, timbullah lembaga kemasyarakatan yang dikenal dengan nama gotong-royong yang bukan merupakan lembaga yang sengaja dibuat. Oleh karena itu, pada masyarakat-masyarakat pedesaan, tidak akan di jumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian, akan tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia, mengingat kemampuan fisik masing-masing dan juga atas pembedaan dasar kelamin.[7]























BAB III


B.                  Kesimpulan
1.                                                    Masyarakat pedeasaan adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan bekerjasama yang berhubungan secara erat tahan lama dengan sifat-sifat yang hamper sama (homogen) disuatu daerah atau wilayah tertentu dengan bermata pencaharian dari sektor pertanian (agraris).
2.                                                    Ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.                   Homogenitas social
b.                   Kontrol sosial yang ketat
c.                    Gotong royong
d.                   Ikatan sosial
e.                    Magis religius
Dan juga masyarakat desa kebanyakan bermata pencaharian di bidang agraris, baik  pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan

C.                  Saran-saran
1.                   Sebaiknya kita lebih mengetahui pentingnya peran masyarakat pedesaan.
2.                   Setelah pembaca membaca/mempelajari makalah ini sebaiknya pembaca juga membaca/mempelajari makalah tentang masyarakat perkotaan, agar pembaca bisa menyimpulkan ketergantungan kedua anggota masyarakat tersebut, dan peran-peran keduanya.


[1] Mawardi-ir Nur-hidayati. Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar. Bandung. Pustaka setia,2007. hlm,191-192
[2] http://sylviapinklovers.blogspot.com/2012/06/perbedaan-masyarakat-pedesaan-dan.html
[3] Ibid, hlm 192
[4] Wahyu (1986), Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya. Hal. 123-125
[5] http://padshaa.blogspot.com/2011/11/pengertian-masyarakat-pedesaan-dan.html
[6] Mawardi, Nurhidayati (2007), Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, Pustaka setia, Bandung, Hal – 192-193
[7] Soekanto soerjono. Sosiologi suatu pengantar. Rajawali pers. Jakarta. 1987

1 komentar: