BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Banyak alasan pentingnya membicarakan
masyarakat perdesaan, selain belum ada kesepakatan umum tentang keberadaan
masyarakat desa sebagai suatu pengertian yang baku, juga kalau di kaitkan
pembangunan yang banyak dicurahkan kepedesaan; maka demikian bahwa pedesaan
memiiki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial atau kehidupannya. Dalam
keadaan desa yang sebenarnya, desa masih dianggap sebagai standar dan
pemeliharaan sistem bermasyarakat dan kebudayaan asli, seperti tolong menolong,
persaudaraan, gotong royong, kesenian, kepribadian dalam berpakayan, adat
istiadat dan lain-lain, yang mada jauh berbeda dengan masyarakat perkotaan yang
mulai menggunakan ke modern atau ke barat-baratan. Masyarakat
perdesaan(khususnya di indonesia) pada umumnya masih menggunakan adat ketimuran
walaupun tidak semuanya. Dan juga bahkan mereka masih ada mengunakan pakayan
adat mereka untuk sehari-hari.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud masyarakat pedesaan
2.
Apa saja syarat utama hidup di masyarakat
pedesaan
3.
Apa pekerjaan masyarakat perdesaan
C.
Tujuan penulisan
Adapun
tujuan penulisan penulis antara lain adalah:
a.
Memahami pengertian masyarakat
perdesaan.
b.
Mengetahui ciri-ciri dari masyarakat
pedesaan.
c.
Sebagai pemenuhan tugas makalah
IAD,IBD,ISD
D.
Metode penulisan
Adapun metode penulisan
makalah ini yang di pakai oleh penulis selain dari metode kepustakaan penulis
juga menggunakan media internet.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Masyarakat
Sebelum
kita bicara lebih lanjut masalah masyarakat, baik kita tinjau terlebih dahulu
tentang masyarakat. Menurut R.Linton:Seorang ahli antropologi
mengemukakan,bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerjasama, sehingga meraka ini dapat mengorganisasikan dirinya
berfikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas
tertentu.
Mengingat
banyaknya definisi masyarakat tersebut diatas, maka dapat diambil kesimpulan,
bahwa masyarakat harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
a.
Harus
ada pengumpulan manusia, dan harus banyak, bukan pengumpulan binatang.
b.
Telah
bertempat tinggal dalam waktu yang lama di suatu daerah tertentu.
c.
Adanya
aturan-aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju kepada
kepentingan dan tujuan bersama.
Apabila
kita berbicara tentang masyarakat, terutama jika kita mengemukakanya dari sudut
antropologi, maka kita mempunyai kecenderungan untuk melihat dua tipe
masyarakat:
Pertama,
satu masyarakat kecil yang belum negitu kompleks, yang belum mengenal pembagian
kerja, belum mengenal struktur dan aspek-aspeknya masih dapat dipelajari
sebagai satu kesatuan.
Kedua,
masyarakat yang sudah kompleks, yang sudah jauh menjalankan spesialisasi dalam
segala bidang, karena ilmu pengetahuan modern sudah maju, teknologi maju, sudah
mengenal tulisan, satu masyarakat yang sukar diselidiki dengan baik dan
didekati sebagian saja.
B.
Kebudayaan Primitif Agraris
Ditinjau dari segi geografis, desa
adalah suat hasil perpaduan antara kegiatan suatu kelompok manusia dan
lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu merupakan suatu wujud atau kenampakan
du muka bumiyang ditimbulkan oleh unsure-unsur fisiografis, sosial, ekonomi,
dan cultural yang saling berinteraksi antar unsure tersebut dan juga
hubungannya dengan daerah-daerah laen.
Menurut Sotardjo Kartohadikusumo,
desa adalah suatu kesatuan hukum bertempat tinggalnya suatu masyarakat yang
berkuasa dan mengadakan pemerintahan sendiri.
Menurut Bintarto dalam bukunya Suatu
Pengantar Geografis desa, 1977, dijelaskan sebagai berikut:
a.
Daerah, dalam arti tanah-tanah yang
produktif dan yang tidak, serta penggunaannya.
b.
Penduduk, meliputi jumlah,
pertambahan, kepadatan persebaran dan mata pencaharian penduduk desa setempat.
c.
Tata kehidupan, dalam hal ini pola
tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa.
Maju mundurnya desa bergantung pada
tiga unsur ini yang dalam kenyataannya ditentukan oleh faktor usaha manusia (human
efforts) dan tata geografi. Aadapun menurut Paul H.Landis desa adalah
daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa.
Dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Memiliki cara berusaha (dalam hal
ekonomi), yaitu agraris pada umumnya, dan sangat dipengaruhi oleh keadaan alam,
seperti: iklim, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris bersipat
sambilan.[1]
Ciri
- Ciri Masyarakat Desa antara lain :
1.
Didalam
masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam
dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas
wilayahnya.
2.
Sistem
kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan.
3.
Sebagian
besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.
4.
Masyarakat
tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan
sebagainya.
5.
Sistem
gotong royong, pembagian kerja tidak berdasarkan keahlian.
6.
Cara
bertani sangat tradisional dan tidak efisien karena belum mengenal mekanisasi
dalam pertanian.
7.
Golongan
orang tua dalam masyarakat pedesaan memegang peranan penting.[2]
Jadi, yang dimaksud masyarakat
perdesaan adalah sekelompok orang yang mendiami suatu wilayah tertentu yang
penghuninya mempunyai hubungan erat dan mempunyai perasaan yang sama terhadap
adat kebiasaan yang ada, serta menunjukkan adanya kekeluargaan didalam kelompok
mereka, seperti gotong royong dan tolong menolong. [3]
C.
Masyarakat Perdesaan
Masyarakat perdesaan sering disebut juga
dengan istilah “rural community”. Agak sulit untuk memberikan batasan apa yang
dimaksud dengan masyarakat pedesaan. Gambaran umum masyarakat pedesaan antara
lain: Warga-warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat
dan lebih mendalam dari pada hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya, diluar batas-batas wilayahnya.
Golongan-golongan orang tua pada
masyarakat pedesaan, pada umumnya memegang peranan yang penting. Orang-orang
akan selalu meminta nasehat-nasehat kepada mereka, apabila ada
kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Kesukarannya adalah bahwa golongan-golongan
orang tua itu mempunyai pandangan yang didasarkan pada tradisi yang kuat,
sehingga sukar untuk mengadakan perubahan-perubahan yang nyata. Pengendalian
sosial masyarakat terasa sangat kuat, sehingga perkembangan jiwa individu
sangat sukar tuk dilaksanakan. Itulah sebabnya mengapa sulit sekali untuk
merubah jalan pikiran sosial kearah jalan pikiran yang ekonomis, hal mana juga
disebabkan kurangnya alat-alat komonikasi. Sebagai akibat sistem komonikasi
yang sederhana, hubungan antara seseorang dengan orang laen dapat diatur dengan
seksama. Rasa persatuan erat sekali,
yang kemudian menimbulkan saling kenal mengenal dan saling tolong
menolong yang akrab.[4]
D.
Ciri-ciri Masyarakat Pedesaan
Masyarakat pedesaan ditandai dengan
dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat sesama anggota warga desa
sehingga seorang merasa dirinya merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat tempat dia hidup serta rela berkorban demi masyarakatnya,
saling menghormati, serta mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama didalam
masyarakat terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama. Adapun yang dijadikan
cirri-ciri masyarakat pedesaan, antara lain sebagai berikut.
a.
Setiap warganya mempunyai hubungan
yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan warga masyarakat diluar
batas-batas wilayahnya.
b.
Sistem kehidupan umumnya berkelompok
dengan dasar kekeluargaan (gemeinschaft atau paguyuban).
c.
Sebagian besar masyarakat pedesaan
hidup dari pertanian. Adapun pekerjaan yang bukan pertanian merupakan pekerjaan
sambilan sebagai pengisi waktu luang.
d.
Masyarakatnya homogen, seperti dalam
hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya.
Masyarakat
pedesaan identic dengan istilah ‘gotong-royong’ yang merupakan kerja sama untuk
mencapai kepentingan-kepentingan mereka. Kerja bakti itu ada dua macam:
1.
Kerja
sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya dari inisiatif warga masyarakat
itu sendiri (biasanya di istilahkan dari bawah).
2.
Kerja
sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang timbulnya tidak dari inisiatif warga itu
sendiri berasal dari luar (biasanya berasal dari atas).
E.
Unsur-Unsur
Desa
Daerah,
dalam arti tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaanya. Penduduk
adalah hal yang meliputi jumlah pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata
pencaharian penduduk desa setempat. Tata kehidupan, dalam hal ini pola
pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Ketiga unsur tersebut
merupakan satu kesatuan dan tidak berdiri sendiri.
F.
Fungsi
Desa
Pertama,
dalam hubungan dengan kota, maka desa yang merupakan “hinterland” atau daerah
dukung yang berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok.
Kedua,
desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah
(raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.
Ketiga,
dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa
manufaktur, desa industry, desa nelayan dan sebagainya.Dari uraian tersebut
maka secara singkat ciri-ciri masyarakat pedesaan di Indonesia dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Homogenitas
social
Bahwa
masyarakat desa terdiri dari satu atau beberapa kekerabatan saja, sehingga pola
hidup tingkah laku maupun kebudayaan sama/homogen. Hubungan primer, pada
masyarakat desa hubungan kekeluargaan dilakukan secara musyawarah.
2.
Kontrol
sosial yang ketat
Setiap anggota masyarakat saling
mengetahui masalah yang dihadapi anggota lain bahkan ikut menyelesaikannya.
3.
Gotong
royong
Nilai-nilai
gotong royong pada masyarakat pedesaan tumbuh dengan subur dan membudaya.
4.
Ikatan
sosial
Setiap
anggota masyarakat pedesaan diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan
secara ketat.
5.
Magis
religius
Kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa bagi masyarakat desa sangat mendalam.
6.
Pola
kehidupan
Masyarakat
desa bermata pencaharian di bidang agraris, baik pertanian, perkebunan,
perikanan, dan peternakan.[5]
G.
Kegiatan Masyarakat Desa
Karena anggota warga masyarakat
mempunyai kepentingan pokok yang hampir sama, mereka selalu bekerja sama untuk
mencapai kepentingan mereka pada. Pada waktu mendirikan rumah, upacara pesta
perkawinan ,memperbaiki jalan desa, membuat saluran air, dan sebagainya, mereka
selalu bekerja sama. Bentuk kerja sama masyarakat ini lah yang sering di
istilahkan dengan gotong royong dan tolong-menolong. Pada saat ini pekerjaan gotong royong lebih populer dengan
istilah kerja bakti, misalnya memperbaiki jalan, saluran air, menjaga keamanan
desa (ronda malam), dan sebagainya. Kerja sama macam ini biasanya menangani hal-hal
yang lebih bersipat demi kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan
perseorangan (individual), seperti mendirikan rumah, pesta perkawinan, pada
musibah (seperti kematian), kelahiran dan sebagainya. Perlu dicatat dan
diketahui di sini bahwa semua kegiatan kerja sama ini, baik kerja bakti ataupun
tolong-menolong, tidak membutuhkan tenaga ahli tertentu. Dalam arti, setiap
warga desa mampu mengerjakannya, pekerjaan gotong royong (kerja bakti) terdiri
atas dua macam, yaitu:
a.
Kerja sama untuk pekerjaan yang
timbulnya dari inisiatif warga masyarakat itu sendiri (biasa diistilahkan dari
bawah).
b.
Kerja sama dari masyarakat itu
sendiri, tetapi berasal dari luar (biasa berasal dari atas)
Kerja sama jenis pertama biasanya
dirasakan kegunaannya bagi masyarakat, sedangkan jenis kedua kurang dipahami
kegunaannya. Oleh karena itu, kalau kerja ini datangnya dari atas, diusahakan
agar masyarakat memahami bahwa kegunaannya bagi kepentingan mereka (umum)
sehingga mereka merasa bahwa pekerjaan itu sebagai proyek mereka sendiri.[6]
Seperti yang di katakana di atas
warga-warga masyarakat suatu pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan
lebih mendalam dari pada hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan
lainnya, di luar batas-batas wilayahnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok,
atas dasar sistem kekeluargaan. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup
dari pertanian, kebiasaannya pekerjaan di luar pertanian hanya pekerjaan
sambilan saja, oleh karenanya bila tiba masanya penen atau masa menanam padi,
pekerjaan-pekerjaan sambilan tadi langsung di tinggalkannya.
Namun demikian, hal itu tidaklah
berarti bahwa setiap orang memiliki tanah. Suatu contoh adalah 480 jiwa setiap
satu kilometer persegi dan bahkan ada tempat-tempat di mana kepadatan penduduk
mencapai 800 jiwa setiap satu kilometer persegi. Mengingat hal itu semuanya, di
pulau jawa di kenal adanya empat macam
sistem pemilikan tanah, yaitu:
a.
Sistem milik umum atau milik kommunal
dengan pemakayan beralih-alih,
b.
Sistem milik kommunal dengan
pemakayan bergiliran,
c.
Sistem kommonal dengan pemakayan
tetap, dan
d.
Sistem milik individu.
Di luar jawa, misalnya di Sumatera,
di samping pertanian penduduk pedesaan juga berkebun, misalnya berkebun lada,
karet, kelapa sawit dan sebagainya. Pada umumnya penduduk pedesaan di Indonesia ini apabila ditinjau
dari segi kehidupannya sangat terikat dan sangat tergantung dengan tanah. Karna
mereka sama-sama tergantung pada tanah, maka mereka sama-sama mempunyai
kepentingan pokok yang sama, sehingga mereka akan bekerja sama untuk mencapai
kepentingan-kepentingannya. Misalnya pada musim pembukaan tanah atau pada waktu
menanam tiba, mereka akan bersama-sama mengerjakannya. Hal itu mereka lakukan,
karena biasanya satu keluarga saja tak akan cukup memiliki tenaga kerja untuk
mengerjakan tanahnya. Sebagai akibat kerja sama tadi, timbullah lembaga
kemasyarakatan yang dikenal dengan nama gotong-royong yang bukan merupakan
lembaga yang sengaja dibuat. Oleh karena itu, pada masyarakat-masyarakat
pedesaan, tidak akan di jumpai pembagian kerja berdasarkan keahlian, akan
tetapi biasanya pembagian kerja didasarkan pada usia, mengingat kemampuan fisik
masing-masing dan juga atas pembedaan dasar kelamin.[7]
BAB III
B.
Kesimpulan
1.
Masyarakat
pedeasaan adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan bekerjasama yang
berhubungan secara erat tahan lama dengan sifat-sifat yang hamper sama
(homogen) disuatu daerah atau wilayah tertentu dengan bermata pencaharian dari
sektor pertanian (agraris).
2.
Ciri-ciri
masyarakat pedesaan di Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.
Homogenitas
social
b.
Kontrol
sosial yang ketat
c.
Gotong
royong
d.
Ikatan
sosial
e.
Magis
religius
Dan juga masyarakat desa kebanyakan bermata pencaharian di
bidang agraris, baik pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan
C.
Saran-saran
1.
Sebaiknya kita lebih mengetahui
pentingnya peran masyarakat pedesaan.
2.
Setelah pembaca membaca/mempelajari
makalah ini sebaiknya pembaca juga membaca/mempelajari makalah tentang
masyarakat perkotaan, agar pembaca bisa menyimpulkan ketergantungan kedua
anggota masyarakat tersebut, dan peran-peran keduanya.
[1] Mawardi-ir Nur-hidayati. Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar,
Ilmu Budaya Dasar. Bandung. Pustaka setia,2007. hlm,191-192
[2] http://sylviapinklovers.blogspot.com/2012/06/perbedaan-masyarakat-pedesaan-dan.html
[3] Ibid, hlm 192
[4] Wahyu (1986), Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Usaha Nasional, Surabaya.
Hal. 123-125
[5] http://padshaa.blogspot.com/2011/11/pengertian-masyarakat-pedesaan-dan.html
[6] Mawardi, Nurhidayati (2007), Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar,
Ilmu Budaya Dasar, Pustaka setia, Bandung, Hal – 192-193
[7] Soekanto
soerjono. Sosiologi suatu pengantar. Rajawali pers. Jakarta. 1987
makasih.... ini sangat membantu
BalasHapus