Senin, 26 November 2012

Filsafat Renaisans dan Humanisme

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Kelahiran Filsafat

Berbicara tentang  kelahiran dan perkembangan filsafat pada awal kelahirannya tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan (ilmu) pengetahuan yg munculnya pada masa peradaban kuno (masa Yunani).

1.    Masa yunani
Pada abad ke-6 SM, bermunculan para pemikir yang kepercayaannya bersipat rasional (cultural religion) menimbulkan pergeseran. Tuhan tidak lagi terpisah dengan manusia, melainkan justru menyatu dengan kehidupan manusia. Sistem kepercayaan yang natural religious berubah menjadi system cultural religious.
Ahli pikir pertama kali yang muncul adalah Thales (± 625 – 545 SM) yang berhasil mengembangkan geometri dan matematika, Liokippos dan Dimocritos mengembangkan teori materi, Hipocrates mengembangkan ilmu kedokteran, Euclid mengembangkan geometri deduktif, Socrates mengembangkan teori tentang moral, Plato mengembangkan teori tentang ide, Aristoteles mengembangkan teori yang menyangkut dunia dan benda, dan berhasil mengumpulkan data 500 jenis binatang (ilmu biologi). Suatu keberhasilan yang luar biasa dari Aristoteles adalah menemukan suatu sistem pemikiran (logika formal) yang sampai sekarang masih dikenal.






2.    Masa abad pertengahan
Di kalangan para ahli fikir islam (periode filsafat skoalistik islam) muncul: Al-kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Gazali, Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusyd. Periode Skolastik Islam ini berlangsung tahun 850-1200.

3.    Masa abad modern
Pada masa abad modern ini pemikiran filsafat berhasil menempatkan manusia pada tempat yang sentral dalam pandangan kehidupan, sehingga cocok pemikirannya antroposentris, yaitu pemikiran filsafatnya mendasarkan pada akal pikir dan pengalaman.
Di kemukakan  bahwa munculnya Renaissance dan humanisme sebagai awal masa abad modern. Di mana para ahli (filosof) menjadi pelopor perkembangan filsafat (kalau pada masa abad pertengahan yang menjadi pelopor perkembangan filsafat adalah para pemuka agama). Dan pemikiran filsafat masa modern ini berusaha meletakkan dasar-dasar bagi metode induksi secara modern, serta membuka sistematika yang sipatnya logis dan ilmiah. Pemikiran filsafat di upayakan lebih bersipat praktis, artinya pemikiran filsafat di arahkan pada upaya manusia agar dapat menguasai lingkungan alam dengan menggunakan berbagai penemuan ilmiah.


<a target="_blank" href="http://komisifb.com/?id=abdan1992">
<img src="http://komisifb.com/benner/kfb125.gif" width="125" height="127" ></a>

B.    Renaisans / Renaissance
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Istilah ini biasanya digunakan oleh para ahli sejarah untuk menunjuk berbagai periode kebangkitan intelektual yang terjadi di Eropa, khususnya di Italia sepanjang abad ke 15 dan ke 16.
Istilah ini mula-mula di gunakan oleh seorang ahli sejarah terkenal yang bernama Jules Michelet, kemudian di kembangkan oleh J. Burckhardt (1860) untuk konsep sejarah yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kebudayaan antik, penemuan dunia dan manusia sebagai periode yang di lawankan dengan periode Abad Pertengahan.
Renaissance atau kelahiran kembali di Eropa ini merupakan suatu gelombang kebudayaan dan pemikiran yang di mulai di Italia, kemudian di Francis, Spanyol, dan selanjutnya hingga menyebar ke seluruh Eropa.
Namun tidak mudah menentukan batas yang jelas mengenai akhir zaman pertengahan dan awal yang pasti dari zaman modern. Hal ini disebabkan perbedaan pandangan para ahli sejarah tentang peralihan zaman pertengahan ke zaman modern. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa zaman pertengahan berakhir ketika Konstantinopel di taklukkan oleh Turki Usmani pada tahun 1453 M. Peristiwa tersebut di anggap sebagai akhir zaman pertengahan dan titik awal zaman modern.
Ada juga yang berpendapat bahwa  penemuan benua Amerika oleh Columbus pada tahun 1492 M. Menandai awal zaman modern. Para ahli yang lain cenderung menganggap era gerakan reformasi keagamaan yang di motori oleh Martin Luther pada tahun 1517 M. sebagai akhir zaman pertengahan. Namun mayoritas ahli sejarah mengatakan bahwa akhir abad ke 14 sekaligus menjadi akhir zaman pertengahan yang di tandai oleh suatu gerakan yang di sebut renaissance pada abad ke 15 dan 16. Dengan demikian abad ke 17 menjadi bagian awal dari zaman filsafat modern.
Abad Pertengahan adalah abad ketika alam pikiran di kungkung oleh Gereja. Dalam keadaan seperti itu kebebasan pemikiran amat di batasi, sehingga perkembangan sains sulit terjadi, demikian pula filsafat tidak berkembang, bahkan dapat di katakan bahwa manusia tidak mampu menemukan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif dalam perenungan mencari alternatif  itulah orang teringat pada suatu zaman ketika peradaban begitu bebas dan maju, pemikiran tidak di kungkung sehingga sains berkembang yaitu zaman Yunani kuno. Pada zaman Yunani kuno tersebut orang melihat kemajuan kemanusiaan telah terjadi. Kondisi seperti itulah yang hendak di hidupkan kembali.
Pada pertengahan abad ke-14, di Italia muncul gerakan pembaruan di bidang keagamaan dan kemasyarakatan yang dipelopori oleh kaum humanis Italia. Tujuan utama gerakan  ini adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Gerakan ini berusaha meyakinkan Gereja bahwa sifat pikiran-pikiran klasik itu tidak dapat binasa. Dengan memanfaatkan kebudayaan dan bahasa klasik itu mereka berupaya menyatukan kembali Gereja yang terpecah-pecah dalam banyak sekte.
Tidak dapat di nafikan bahwa pada abad pertengahan orang telah mempelajari karya-karya para filosof Yunani dan Latin, namun apa yang telah di lakukan oleh orang pada masa itu berbeda dengan apa yang di inginkan dan di lakukan oleh kaum humanis. Para humanis bermaksud meningkatkan perkembangan yang harmonis dari kecakapan serta berbagai keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan adanya kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik Yunani.
Para humanis pada umumnya berpendapat bahwa hal-hal yang alamiah pada diri manusia adalah modal yang cukup untuk meraih pengetahuan dan menciptakan peradaban manusia. Tanpa wahyu manusia dapat menghasilkan karya budaya yang sebenarnya. Dengan demikian dapat di katakan bahwa humanisme telah memberi sumbangannya kepada renaisans untuk menjadikan kebudayaan bersifat alamiah.
Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat. Zaman Renaisans terkenal dengan era kelahiran kembali kebebasan manusia dalam berpikir seperti pada zaman Yunani kuno.
Manusia di kenal sebagai animal rationale, karena pada masa ini pemikiran manusia mulai bebas dan berkembang. Manusia ingin mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak di dasarkan atas campur tangan ilahi. Saat itu manusia Barat mulia berpikir secara baru dan berangsur-angsur melepaskan diri dari otoritas kekuasaan Gereja yang selama ini telah mengungkung kebebasan dalam mengemukakan kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan.
Zaman ini juga sering disebut sebagai Zaman Humanisme. Maksud ungkapan tersebut adalah manusia diangkat dari Abad pertengahan. Pada abad tersebut manusia kurang di hargai kemanusiaannya. Kebenaran di ukur berdasarkan ukuran gereja, bukan menurut ukuran yang di buat oleh manusia sendiri. Humanisme menghendaki ukurannya haruslah manusia, karena manusia mempunyai kemampuan berpikir. Bertolak dari sini, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya sendiri dan mengatur dunia. Karena semangat humanisme tersebut  akhirnya agama Kristen semakin di tinggalkan, sementara pengetahuan rasional dan sains berkembang pesat terpisah dari agama dan nilai-nilai spiritual.
Ciri utama Renaissance adalah humanisme, Individualisme, lepas dari agama (tidak mau di atur oleh agama), Empirisme, dan Rasionalisme. Hasil yang di peroleh dari watak itu adalah pengetahuan rasional berkembang. Filsafat berkembang bukan pada Zaman Renaissance itu, melainkan pada zaman sesudahnya (Zaman Modern)





C.    Humanisme
Humanisme pada mulanya di pakai sebagai suatu pendirian di kalangan ahli pikir Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi serta prikemanusiaan. Kemudian Humanisme merubah pungsinya menjadi gerakan untuk kembali melepaskan ikatan dari gereja, dan berusaha menemukan kembali sastra Yunani atau Romawi.
Sejarah Perkembangan Filsafat Humanisme
Sejarah perkembangan aliran filsafat pendidikan humanisme di telusuri pada masa klasik barat dan masa klasik timur. Dasar pemikiran filsafat aliran filsafat pendidikan ditemukan dalam pemikiran filsafat klasik cina Konfusius dan pemikiran filsafat klasik yunani.
Aliran psikologi humanis itu muncul sebagai gerakan besar psikologi dalam tahun 1950-an dan 1960-an. Dimana perkembangan peradapan baru itu dikenal dengan nama renaisans yang terjadi pada abad 16.
zaman renaisans dikenal dengan sebutan jaman kebangkitan kembali. Selain itu juga dikenal dengan nama jaman pemikiran (age of reason), perkembangan filsafat, ilmu, dan kemanusiaan mengalami kebangkitan setelah lama di kungkung oleh kekerasan dogma-dogma agama.
Humanisme sebagai suatu gerakan filsafat dan gerakan kebudayaan berkembang sebagai suatu reaksi terhadap dehumanis yang telah terjadi berabad-abad. Terjadi dalam dunia Eropa sebagai akibat langsung dari kekuasaan para pemimpin agama yang merasa menjadi satu-satunya otoritas dalam memberikan intepretasi terhadap dogma-dogma agama yang kemudian di terjemahkan kedalam segenap bidang kehidupan di Eropa.
Dalam kontek reaksi ini, pelopor humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan segenap kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan ini secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup di dunia.
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Renaisans berasal dari istilah bahasa Prancis renaissance yang berarti kelahiran kembali (rebirth). Ciri utama Renaissance adalah humanisme, Individualisme, lepas dari agama (tidak mau di atur oleh agama). Humanisme pada mulanya di pakai sebagai suatu pendirian di kalangan ahli pikir  Renaissance yang mencurahkan perhatiannya terhadap pengajaran kesusastraan Yunani dan Romawi, serta prikemanusiaan, dan pelopor humanisme menjelaskan bahwa manusia dengan segenap kebebasan memiliki potensi yang sangat besar dalam menjalankan kehidupan secara mandiri untuk mencapai keberhasilan hidup didunia.
B.    Saran-saran
1.    Sebagai Mahasiswa hendaknya kita memahami tentang Filsafat Renaisans dan Humanisme dan perkembangannya.
2.    Sebaiknya kita bisa memilah faham atau dogmatis yang bermampaat dan yang berbahaya bagi kita sebagai insane yang beragama.

Minggu, 25 November 2012

Pengertian Identitas Nasional

BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Identitas Nasional
Kata Identitas berasal dari bahasa inggris identity yang memiliki pengertian harfiah cirri-ciri,tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau suatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komonitas sendiri, atau Negara sendiri. Mengacu kepada pengertian ini, identitas tidak terbatas pada individu semata tetapi berlaku pula pada suatu kelompok.
Sedangkan kata nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik pisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diwujutkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional.
Kata nasional sendiri tidak dapat dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme sebagaimana akan dijelaskan kemudian.

A.    Pengertian Umum Nasionalisme
Dalam perkembangan peradaban manusia, interaksi sesame manusiaberubah menjadi bentuk yang lebih komplek dan rumit. Dimulai dari tumbuhnya kesadaran untuk menentukan nasib sendiri di kalangan bangsa-bangsa yang tertindas kolonialisme dunia, seperti Indonesia salah satunya, hingga melahirkan semangat untuk mandiri dan menentukan masa depannya sendiri.
Dalam situasi perjuangan merebut kemerdekaan, dibutuhkan suatu konsep sebagai dasar pembenaran rasional dari tuntutan terhadap penentuan nasip sendiri yang dapat mengikat keikutserataan semua orang atas nama sebuah bangsa. Dasar pembenaran tersebut, selanjutnya mengkristal dalam konsep paham ideology kebangsaan yang biasa disebut dengan nasionalisme. Mengacu pada awal tumbuhnya nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan dimana kesetiaanseseorang secara total diabdikan langsung kepada Negara.
Dalam perkembangan selanjutnya, para pengikut nasionalisme ini berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation). Dengan demikian bangsa atau nation merupakan suatu badan atau wadah yang di dalamnya terhimpun orang-orang yang memiliki kesamaan keyakinan dan persamaan lain yang mereka miliki seperti ras, etnis, agama, bahasa dan budaya. Unsur persamaan tersebut dapat dijadikan sebagai identitas politik bersama atau untuk menentukan tujuan bersama. Tujuan bersama ini direalisasikan dalam sebuah entitas organisasi politik yang dibangun berdasarkan geopolitik yang terdiri atas populasi, geografis, dan pemerintahan yang permanen yang disebut Negara atau state. 

B.    Nasionalisme Indonesia
Tumbuhnya paham nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari situasi sosial politik dekade pertama abad ke-20. Pada waktu itu semangat menentang kolonialisme belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Cita-cita bersama untuk merebut kemerdekaan menjadi semangat umum di kalangan tokoh-tokoh pergerakan nasional untuk memformulasikan bentuk nasionalisme yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Hal yang patut disayangkan perdebatan panjang diantara para tokoh pergerakan nasional tentang paham kebangsaan itu berakhir pada saling curiga yang sulit dipertemukan. Mereka sepakat tentang perlunya suatu konsep nasionalisme Indonesia merdeka, tapi mereka berbeda dalam persoalan nilai atau watak nasionalisme Indonesia.
Secara garis besar terdapat tiga pemikiran besar tentang watak nasionalisme Indonesia yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan yakni paham ke-Islaman, Marxisme dan Nasionalisme Indonesia.
Para analis nasionalisme beranggapan bahwa Islam memegang peran sangat penting dalam pembentukan nasionalisme ini. Seperti yang diungkapkan oleh pengkaji nasionalisme Indonesia George Mc. Turnan Kahin bahwa Islam yang disebutnya dengan istilah agama Muhammad bukan saja merupakan mata rantai yang mengikat tali persatuan, melainkan juga merupakan symbol persamaan nasib (in group) menentang penjajah asing dan penindas yang berasal dari agama lain.
Pandangan senada dikatakan juga oleh Fred R. Von der Mehden, lebih lanjut Mehden menegaskan, bahwa satu-satunya ikatan universal yang tersedia di luar kekuasaan colonial adalah islam.
Paham Marxisme pada mulanya berkembang diluar gerakan-gerakan kebangsaan pribumi yakni Partai Nasional Hindia Belanda (NIP, Nationale Indische Partij) yang merupakan organisasi politik Eropa-Indonesia yang lahir pada 1912 yang menyerukan paham kesetaraan ras, keadilan sosial-ekonomi dan kemerdekaan, yang didasarkan pada kerjasama Eropa-Indonesia.
Seruan-seruan politik nasionalisme NIP, mendapatkan respon dari pemerintah colonial dengan cara melakukan tindakan-tindakan keras terhadap aktivis organisasi tersebut. Akibat selanjutnya, kelompok minoritas dalam NIP menggabungkan diri dengan partai beraliran kiri ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) yang didirikan pada tahun 1914 oleh Hendrik Sneevilt, seorang mantan aktivis Partai Buruh Demokrasi Liberal di belanda.
Sneevilt datang ke Indonesia setahun sebelum pendirikan partai tersebut. ISDV pada akhirnya menjadi cikal bakal Partai Komonis Indonesia yang sepenuhnya beraliran komonis yang dilahirkan oleh dua aktivis Sarekat Islam (SI) cabang Semarang yakni Semaun dan Darsono.
Dalam perkembangan selanjutnya, Soekarno yang juga dikenal sebagai murid tokoh Sarekat Islam (SI) Tjokroaminoto, mendirikan organisasi politik sendiri yang mengembangkan paham ideology politik yang berbeda dari ideologi pergerakan sebelumnya. Organisasi politik itu kemudian didirikan pada tahun 1927 dengan nama Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan tujuan seperti organisasi-organisasi sejenis lainnya yakni menyempurnakan kemerdekaan Indonesia.
Menjelang kemerdekaan, gerakan nasionalis yang dimotori oleh Soekarno berhadapan dengan kekuatan politik Islam dalam konteks hubungan agama (Islam) dan Negara dalam sebuah negara Indonesia merdeka. Bahkan menurut Bahtiar, kadar konfrontasi  antara kelompok Nasionalis dan aktifis Islam jauh lebih besar dibandingkan dengan konfrontasi yang pernah terjadi dalam tubuh Sarekat Islam (SI) antara kubu Islam dengan kubu Marxisme.
Pada fase selanjutnya, dua golongan inilah, yakni kelompok nasionalis dan kelompok Islam yang mendomenasi perdebatan panjang menjelang kemerdekaan dan sesudahnya tentang watak nasionalisme Indonesia.
Konsep nasionalisme soekarno mendapat kritikan dari kalangan Islam. Tokoh Islam Mohammad Natsir menghawatirkan paham nasionalisme Soekarno dapat berkembang menjadi sikap fanatisme buta (‘ashabiah) kepada tanah air. Bagi umat Islam Indonesia akan berakibat pada terputusnya tali persaudaraan internasional umat Islam (ukhuwwah islamiah) dari saudara seimannya di negara-negara lainnya.
Menghadapi kritikan dari kalangan Islam, Soekarno membantah tuduhan kalangan Islan terhadap gagasan nasionalismenya. Menurutnya, nasionalisme yang disuarakannya bukanlah nasionalisme yang berwatak sempit, tiruan dari barat, atau berwatak chauvinisme. Menurut nasionalisme yang dikembangkannya bersipat toleran, bercorak ketimuran, dan tidak agresif sebagaimana nasionalisme yang dikembangkan di Eropa.

Unsur-unsur Pembentukan Identitas Nasional
    Identitas nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu merupakan gabungan dari unsur-unsur pembentuk identitas yaitu suku bangsa, agama kebudayaan dan bahasa.

1.    Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialeg bahasa.

2.    Agama
Bangsa Indonesia di kenal sebagai masyarakat agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang dinusantara adalah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buda, dan Kong Hu Cu.agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak di akui sebagai agama resmi Negara. Tetapi sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi Negara di hapuskan.

3.    Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan secara kolektif di gunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman bertindak (dalam bentuk kelakuan dan bentuk-bentuk kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Intinya kebudayaan merupakan patokan nilai-nilai etika dan moral, baik yang tergolong sebagai edeal atau yang seharusnya (world view) maupun yang operasional dan actual didalam kehidupan sehari-hari (ethos).

4.    Bahasa
Bahasa merupakan unsure pendukung identitas nasional yang lain. Bisa dipahami sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsure-unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Di Indonesia terdapat beragam bahasa daerah yang mewakili banyaknya suku-suku bangsa atau etnis.
Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional. Bahasa Indonesia dahulu dikenal dengan sebutan bahasa melayu yang merupakan bahasa penghubung (linguafranca) berbagai etnis yang mendiami kepulauan nusantara. Selain menjadi bahasa komonikasi diantara suku-suku di nusantara, bahasa melayu juga menempati  posisi bahasa transaksi perdagangan internasional dikawasan kepulauan di nusantara yang digunakan oleh berbagai suku bangsa Indonesia dengan para pedagang asing.

Nasionalisme Indonesia dan Konsep-konsep Turunannya
    Konsep nasionalisme yang dirumuskan oleh para founding father berkelindan dengan konsep-konsep lanjutan lainnya, seperti konsep negara bangsa yang lebih dikongkritkan menjadi bentuk dan struktur negara Indonesia yang berbentuk republik.
    Nasionalisme Indonesia pada dasarnya berwatak inklusif dan berwawasan kemanusiaan. Pada perkembangan selanjutnya, watak nasionalisme Indonesia yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh nasionalis mempengaruhi konsep pokok selanjutnya tentang Negara bangsa, warga Negara dan dasar Negara Indonesia atau yang kemudian disebut dengan ideology Pancasila.
Konsep-konsep itu dirumuskan dalam ketetapan Undang-Undang Dasar 1945.

Kamis, 01 November 2012

aliran-aliran filsafat

BAB I
PENDAHULUAN

I.      Latar Belakang
Di dunia barat telah membagi tahapan sejarah pemikiran menjadi tiga periode. Anicant atau zaman kono, zaman ini terdapat kemajuan manusia. Medieval atau pertenggahan, zaman dimana alam pikiran dikungkung atau didomonasi oleh gerija dan zaman modern yaitu zaman modern, zaman sesudah abad pertengahan berakhir hingga sekarang.
Filsafat modern pada pokoknya ada 3 aliran, yaitu aliran rasionalisme, aliran empirisme  dan aliran kritisme. Aliran emperisme adalah salah satu aliran yansg filusuf yang menekkan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peranan akal.
Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal yang positif. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria  kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Sedangkan fenomenologi adalah aliran filsafat yang menyelidiki tentang rasional untuk dapat menemukan esensi yang ada dalam penampakan, yang mana penampakan disini diartikan sebagai sesuatu yang disadari oleh seseorang. Segala sesuatu yang tampak bagi kesadaran manusia merupakan wilayah kajian filsafat.

II.   Rumusan Masalah
1.      Pengertian Emperisme
2.      Pengertian Positivisme
3.      Pengertian Pragmatisme
4.      Pengertian Fenomologi


BAB II
PEMBAHASAN

A.   Empirisme
Istilah Empirisme diambil dari bahasa Yunani Empeiria yang berarti coba – coba atau pengalaman. Emperisme adalah salah satu aliran dalam filosuf yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri dan mengecilkan peranan akan.
Sebagian tokohnya adalah Francif Bacon, Thomas Hobbes, Jhon Locke, David Hume dan Herbet Spencer.
  1. Francif Bacon (1210 – 1292) M
Menurutnya pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang – orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan harus dicapai dengan induksi. (kata Bacon selanjutnya: kita sudah terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari dokma–dokma diambil kesimpulan. Itu tidak benar, haruslah kita sekarang memperhatikan yang konkrit mengelompokkan, itulah tugas ilmu pengetahuan).
  1. Thomas Hobbes (1588 – 1679) M
Menurutnya pengalaman inderawi sebagai permulaan segala pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran. Sedang pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain adalah merupakan penggabungan data–data inderawi belaka.
Pendapatnya, bahwa ilmu Filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan yang sifatnya umum. Karena filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang akibat–akibat atau tentang gejala–gejala yang diperoleh dari sebabnya. Sasaran filsafat adalah fakta, yaitu untuk mencari sebab – sebabnya. Segala yang ada ditentukan oleh sebab, sedangkan prosesnya sesuai dengan hukum ilmu pasti atau ilmu alam.
  1. Jhone Locke (1632 – 1704) M
Dalam penelitiannya Ia memakai istilah sensation dan reflektion. Sensation adalah suatu yang dapat berhubungan dengan dunia luar, tetapi manusia tidak dapat mengerti dan meraihnya. Sedangkan reflektion adalah pengenalan intuitif yang memberikan pengetahuan kepada manusia, yang sifatnya lebih baik dari pada sensation. Tiap–tiap pengetahuan yang diperoleh manusia terdiri dari sensation dan reflection. Walaupun demikian manusia harus mendahulukan sensation karena jiwa manusia saat dilahirkan putih bersih (tabula rasa) yaitu jiwa itu kosong bagaikan kertas putih yang belum tertulisi. Tidak ada sesuatu dalam jiwa sejak lahir, melainkan pengalamanlah yang membentuk jiwa seseorang.
  1. David Hume
Solomon  menyebut hume sebagai ultimate skiptie. Skiptie  tingkat tinggi, ia dibicarakan disini sebagai seorang skiptis dan terutama sebagai seorang emperis.
  1. Herbet Spencer
Filsafat herbet spencer berpusat pada teori evolusi, sembilan tahun sebelum terbitnya karya darwin yang terkenal, The Origen of Specis (1859 M). Emperismenya sudah menerbitkan bukunya tentang teori evolusi. Emperismenya terlihat jelas dalam filsafatnya tentang The great Unknowble. Menurut spencer, kita hanya dapat mengenali fenomina-fenoina atau gejala-gejala. Memang benar dibelakang gejala-gejala ada satu dasar absolute, tetapi pada absolute itu tidak dapat kita kenal secara prinsip pengenalan kita hanya menyangkut relasi-relasi antara gejala-gejala. Dibelakang gejala-gejala ada sesuatu yang oleh spancer disebut yang tidak diketahui  (the great unknowble) sudah jelas. Demikian spencer, metafisika menjadi tidak mungkin.

B.    Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang artinya guna. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin suatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Tokohnya ialah William James (1842 – 1910)
Pandangan filsafatnya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Nilai konsep atau pertimbangan kita, bergantung kepada akibatnya kepada kerjanya. Artinya bergantung kepada keberhasilan perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar apabila bermanfaat bagi pelakunya, memperkaya hidup dan kemungkinan–kemungkinannya.

C. Positivisme
Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif, sesuatu yang di luar fakta atau kenyataan di kesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan.
Tokohnya adalah August Comte (1798–1857) M. Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen merupakan ukuran – ukuran yang jelas. Panas diukur dengan derajat panas, jauh diukur dengan meteran, berat diukur dengan kiloan dan lain – lain.
Positivisme pada dasarnya bukanlan suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metode ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran–ukuran. Jadi, positifisme itu sama dengan empirisme plus rasionalisme.
Menurut August Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam 3 tahap, tahap teologis, tahap metafisis dan tahap ilmiah/positif.
Tahap pertama: Zaman Teologis, zaman dimana manusia percaya bahwa dibelakang gejala–gejala alam, terdapat kuasa–kuasa adi kodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala–gejala tersebut.
Tahap kedua: Zaman Meafisis, kekuatan yang adi kodrati diganti dengan ketentuan – ketentuan abstrak.
Tahap ketiga: Tahap Positi/Ilmiah, anusia telah mulai mengetahui dan sadar bahwa upaya pengenalan teologis dan metafisis tidak ada gunanya, sekarang manusia berusaha mencari hukum-hukum yang berasal dari fakta–fakta pengamatan dengan memakai akal.
Hukum 3 tahap ini tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap perseorangan. Umpamanya sebagai kanak–kanak adalah seorang teolog pemuda menjadi metafisis dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang fisikus.


C.    Fenomenologi
Fenomenologi berasal dari kata fenomen yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu. Kebalikannya kenyataan yang dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indera. Misalnya penyakit flu gejalanya batuk dan pilek.
Dalam filsafat fenomenologi arti di atas berbeda dengan apa yang dimaksud, yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indera, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah dan tidak harus berupa kejadian–kejadian. Jadi apa yang kelihatan dalam dirinya sendiri seperti apa adanya.
Tokohnya adalah Edmun Husserl (1839–1939) M,yang  banyak dikenal dengan bapak fenomenologi, fenomenologi adalah satu disiplin yang mencoba mengambarkan apa yang tampak bagi kita melalui pengalaman tampa dikacaukan pengendain-pengendain awal walaupun spekulasi-spekulasi hepotesis. Motto yang terkenal dari Husserl adalah “kembali kepada objek itu sendiri”. Dimana kita diajak melepas pengandaian-pengandaian kita yang mungkin sekali salah, ketika kita melihat sesuatu.
Fenomenologi adalash sebuah studi dala bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomona. Ilmu fenomenologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilu hermencutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti dari fenomina itu.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh johann henrich lambert (1728-1777) seorang filusof jerman. Dalam bukunya Neves Organnon (1764) ditulisnya tentang ilmu yang tidak nyata.

BAB III
KESIMPULAN

1.      Emperisme adalah salah satu aliran dalam filosuf yang menekankan peranan pengalaman dalam memperoleh pengetahuan serta pengetahuan itu sendiri. Sebagai tokohnya adalah Francif Bacon, Thomas Hobbes dan Jhon Locke.
2.      Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif, sesuatu yang di luar fakta atau kenyataan di kesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Tokohnya adalah August Comte.
3.      Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Tokohnya ialah William James.
4.      Fenomenologi yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semu. Tokohnya adalah Edmun Husserl