BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Manusia adalah mahluk yang serba terhubung dengan masyarakat, lingkunganya,
dirinya sendiri, dan Tuhan. beerling mengemukakan bahwa pada abad ke-20 manusia
mengalami krisis total. Disebut demikian karena yang dilanda krisis bukan hanya
segi-segi tertenu dari kehidupan seperti krisis ekonomi, krisis energi, dan
sebagainya, melainkan yang krisis adalah manusia sendiri. Dalam krisis total
manusia mengalami krisis hubungan dengan masyrakat, dengan lingkunganya, dengan
dirinya sendiri, dan dengan Tuhannya.
Tidak ada hubungan pengenalan pemahaman dan kemesraan dengan sesama
manusia, inilah yang melanda manusia sehingga manusia semakin jauh dari
kebahagia’an. Dalam hubugan ini, pendidikan mempunyai peranan penting sebagai
wahana untuk mengantar peserta didik untuk mencapai kebahagia’an, yaitu
dengan jalan membantu mereka meningkat kan kualitas hubungannya dengan dirinya,
lingkunganya, dan Tuhannya. Untuk menciptakan rasa kebersama’an dengan individu
lainnya, rasa menghormati serta menjalin hubungan yang baik, maka diperlukan
aturan didalam kehidupan sehari-hari agar terciptanya manusia yang sempurna dan
berahklah yang baik, adapun beberapa dimensi yang perludiketahui yatu : dimensi
individualisme, dimensi sosialisme, dimensi kesusialan dan dimensi keagama’an
(religious).
Dalam penyusunan makalah pada kali ini, kami membagi menjadi beberapa
bagian dalam tahapan-tahapan pembahasan dimensi yang akan dibahas kali ini,
diantaranya:.
B.
Rumusan masalah
1.
Mengetaui apa saja dimensi dalam
hidup seseorang.
2.
Bagaimana peran dimensi tersebut
bagi kehidupan manusia, agar menjadi manusia yang seutuhnya.
3.
Factor-faktor apa saja yang
mempenagaruhinya.
C.
Tujuan
1.
Memenuhi tuntutan tugas yang
diajukan oleh dosen pengampuh.
2.
Pengembangan pribadi seseorang
agar menjadi manusia seutuhnya.
3.
Menjadikan individu yang lebih
dari yang sebelumnya.
D.
Metode penelitian
Dalam penyusunan makalah pada kali ini, metode yang kami lakukan ialah
dengan menggunakan metode kepustakaan dan pengutipan dari media masa untuk
pengembangan lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Dimensi individual
Kata manusia berasal dari kata manu
(Sansekerta) atau mensi (Latin) yang berarti berpikir, berakal
budi, atau homo (Latin) yang berarti manusia. Istilah individu berasal dari bahasa Latin, yaitu individum, yang artinya
sesuatu yang tidak dapat dibagi-bagi lagi atau satu kesatuan yang terkecil dan
terbatas. Secara kodrati, manusia merupakan mahluk monodualis. Artinya selain
sebagai mahluk individu, manusia berperan juga sebagai mahluk sosial. Sebagai
mahluk individu, manusia merupakan mahluk cipta’an Tuhan yang terdiri atas
unsur jasmani (raga) dan rohani (jiwa) yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.
Jiwa dan raga inilah yang membentuk individu.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasa’an) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). kepribadian seseorang yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (indevide). Setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingannya) dengan adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
Manusia juga diberi kemampuan (akal, pikiran, dan perasa’an) sehingga sanggup berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya. Disadari atau tidak, setiap manusia senantiasa akan berusaha mengembangkan kemampuan pribadinya guna memenuhi hakikat individualitasnya (dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya). kepribadian seseorang yang merupakan suatu keutuhan yang tidak dapat dibagi-bagi (indevide). Setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingannya) dengan adanya individualitas itu setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, dan daya tahan yang berbeda.
M.J.Lavengeld menyatakan bahwa setiap anak memiliki dorongan untuk
mandiri yang sangat kuat, meskipun disisi lain pada anak terdapat rasa
tidak berdaya, sehingga memerlukan pihak lain, (pendidik) yang dapat dijadikan
tempat bergantung untuk memberi perlindungan dan bimbingan, sifat-sifat
sebagaimana di gambarkan diatas yang secara potensial telah dimiliki sejak
lahir perlu ditumbuhkan dikembangkan melalui pendidika agar bisa menjadi
kenyata’an. Sebab tanpa dibina melalui pendidikan, benih-benih individualitas
yang sangat berharga itu yang memungkinkan terbentuknya suatu kepribadian yang
unik, serta kesanggupan untuk memikul tanggung jawab sendiri merupakan ciri
yang sangat esensial dari adanya individualitas pada diri manusia.
Dengan kata lain kepribadian seseorang tidak akan terbentuk dengan
semestinya, sehingga seseorang tidak memiliki warna kepribadian yang khas
sebagai miliknya. Jika terjadi hal demikian seorang tidak memilki
kepribadian yang otonom dan orang seperti ini tidak akan memilki pendirian
serta mudah dibawa oleh arus masa, padahal fungsi utama pendidikan adalah
membantu peserta didik untuk membentuk keribadianya atau menemukan
kemandiriannya sendiri.
1.
Perkembangan dimensi individual
Demi berkembangnya individual yang lebih baik Pendidikan mengembangkan
anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi mengungkapkan hal ini
dengan istilah/ucapan: Hilfe zur selbathilfe, yang artinya memberi pertolongan
agar anak mampu menolong dirinya sendiri. Untuk dapat menolong dirinya sendiri,
anak didik perlu mendapatkan berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep,
prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi/perasaan,
tanggung jawab, keterampilan dan lain sebagainya. Dengan kata lain, anak didik
harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.
Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan
merupakan tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui
pendidikan dan proses belajar.
Di atas
telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individual (pribadi)
ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang
diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif
(pengetahuan) saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik
pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut bersifat
intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi intelek saja. Pengembangan
intelek memang diperlukan, namun tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek
lainnya sebagai yang telah disebutkan di atas.
2.
Factor dibidang pendidikan
Diantara
faktor yang mempengaruhi, berkembangnya individu sangatlah berfariasi, dalam
pemaparan kali ini, factor yang ada hanyalah sebagian kecil dari factor-faktor
yang lain, Murray menekankan factor yang mempengaruhi individu ialah kebutuhan
dan motifasi merupakan penekanan yang cukup berpengaruh. Dipihak lain murrray
juga menekankan tuntutan lingkungan (environmental press), tuntutan lingkungan
adalah kekuatan-kekuatan dari orang lain yang dapat mengarahkan perilaku
seseorang.
Sebagai
contoh, melihat seorang teman yang memperoleh nilai terbaik di kelasnya,
mungkin dapat menjadi sebuah dorongan yang memacu usaha seorang teman untuk
menjadi unggul. Adapun faktor yang mempengaruhi dalam pendidikan antara lain:
Menurut
teori nativisme, teori ini menjelaskan bahwa faktor yang mempengaruhi di bidang
pendidikan yaitu bahwasanya individu lahir ke bumi membawa faktor turunan, yang
dibawa sejak lahir yang berasal dari orang tuanya. Teori nativisme pada umumnya
mempertahankan konsepsinya yang menunjukan berbagai kesama’an atau kemiripan
antara orang tuanya dengan anaknya, sebagai contoh: orang tua yang memiliki
keahlian dibidang sains maka akan
memiliki keturunan yang sama dengannya.
Namun teori nativisme tidak memberikan
implikasi yang tidak kondusif bagi pendidikan. Teori ini tidak memberikan
kemungkinan bagi pendidik dalam upaya mengubah kepribadian peserta didik.
Berdasarkan hal itu, peran pendidik dan sekolah sangat kecil sekali dapat
dipertimbangan untuk mengubah kepribadian.
Sebab
pendidikan dipandang tidak berfungsi untuk mengubah keadaan anak, anak akan
tetap sesuai dengan dasar yang dimilikinya. Namun demikian, hal tesebut
bertentangan dengan realitas yang sesungguhnya. Karena terbukti sejak dahulu
hingga sekarang, para orang tua dan guru, baik dirumah maupun disekolah, mereka
mendidik anak/siwa siswinya karena pendidikan merupakan faktor yang sangat
penting dan harus dilakukan dalam rangka membantu anak/siswa agar berkembang
sesuai yang diharapkan.
B. Dimensi
kesosialan
Dimensi kesosialan merupakan dimensi yang pada dasarnya setiap individu diharapkan
dapat bersosialisasi dengan lingkungannya dengan dasar-dasar yang baik agar
dalam perkembangan selanjutnya tidak meninggalkan bibit-bibit perpecahan antara
satu dengan yang lainnya demi terciptanya masyarakat yang lebih kondusif.
Perkembangan dimensi kesosialan dapat kita amati dari berbagai sisi, antara
lain:
1.
Perkembangan
dimensi kesosialan
Bidang
ilmu psikologi dan sosial menganalisis pengaruh lingkungan sosial terhadap
prilaku individu maupun kelompok dalam masyarakat, psikologi sosial membantu
kita memahami perilaku yang etis
dalam ruang lingkup masyarakat yang baik seperti apa. Proses terbentuknya
dimensi sosial dan perkembangannya dalam
pendidikan seperti apa, dimensi kesosialan pada diri manusia tampak lebih jelas
pada dorongan untuk bergaul, dengan adanya dorongan untuk bergaul,
setiap orang ingin bertemu sesamanya, Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat.
setiap orang ingin bertemu sesamanya, Sebagai anggota suatu masyarakat, seseorang berkewajiban untuk berperan dan menyesuaikan diri serta bekerja sama dengan masyarakat.
Masih banyak contoh-contoh lain yang
menunjukan betapa dorongan sosialitas tersebut demikian kuat tanpa orang
menyadari sebenarnya ada alasan yang cukup kuat. Seorang filosof Immanuel Kant menyatakan manusia hanya
menjadi manusia jika berada diantara manusia, maksudnya tidak ada seorang
manusiapun yang dapat hidup seorang diri tanpa membutuhkan orang lain.
2. Faktor dibidang pendidikan
Sedemikian
istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani
orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat.
Mudah diduga bahwa jalan pikiran seperti itu secara logis mengikuti satu yang
menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara, sekolah sebagai
kawah tempat agen-agen perubahan dicetak.
Manusia
dilahirkan sebagai suku bangsa tertetu, Perubahan sosial yang terjadi dalam
masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola perilaku, organisasi, lembaga
kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi
secara cepat atau lambat memiliki pengaruh mendasar bagi pendidikan. Masyarakat
sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa dampak perubahan
disana sini.
Esensi dari sekolah adalah pendidikan dan
pokok perkara dalam pendidikan adalah belajar. Oleh sebab itu tujuan sekolah
terutama adalah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan
karakter yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai
untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi dewasa ini
perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan.
Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya
pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah dapat diduga
dengan akurat.
C. Dimensi kesusilaan
Susila berasal dari kata su dan
sila yang artinya kepantasan
lebih tinggi. Akan tetapi dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup
hanya berbuat yang pantas jika didalam yang pantas atau sopan itu
misalnya terkandung kejahatan terselubung.
Dimensi kesusilaan disebut juga keputusan yang lebih tinggi. kesusilaan
diartikan mencakup etika dan etiket. Etika adalah (persoalan kebaikan) sedangkan etiket adalah (persoalan kepantasan dan
kesopanan). Pada hakikatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan susila, serta melaksanakannya. Sehingga dikatakan manusia itu makhluk
susila. Persoalan kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai
kehidupan. Susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi kebaikan
yang lebih sempurna.
Nilai kehidupan adalah norma yang berlaku dalam masyarakat, moral ialah
ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan. Dalam moral diajarkan segala
perbuatan yang dinilai baik dan perlu dilakukan, dan suatu perbuatan yang
dinilai buruk yang ditinggalkan.
1.
Faktor dan Perkembangan dimensi kesusilaan
Tahapan perkembangan nilai-nilai yang terkandung dalam dimensi ini
memiliki berbagai macam tingkatan, antara lain:
a) Tingkatan pertama, Anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman,
nilai dianggap baik atau buruk atas dasar akibat yang ditimbulkannya.
b) Tingkatan kedua, Pada tahapan ini, seseorang tidak lagi
tergantung pada aturan yang secara mutlak mengaturnya, namun seseorang
menjadikan aturan sebagai suatu yang dianggap sebagai aturan yang membuatnya
tidak bebas dan selalu mengikuti kehendak pribadi.
c) Tingkatan ketiga, Pada tingkatan ini seorang anak memasuki umur
belasan tahun, dimana mereka mempelihatkan orientasi perbuatan yang dinilai
baik.
d) Tingkatan keempat, Pada tahapan ini, perbuatan baik yang
diperlihatkan seseorang bukan hanya dapat diterima, melainkan bertujuan agar
ikut mempertahankan aturan dan norma-norma.
e) Tingkatan kelima, Tingkatan ini merupakan tahapan orientasi
terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada stadium ini
ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial, dengan
masyarakat.
Faktor yang mempengahuri pertumbuhan dan perkembangan kesusilaan manusia
pada lingkungan keseharian pada dasarnya seseorang diharapkan mampu memahami
dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung didalam unsur masyarakat. Pengamalan
disini tidak hanya pengamalan semata, namun harus diajarkan dan diresapi
sedemikian mungkin sampai terciptanya llingkungan yang harmonis dan itu terus
berkelanjutan.
D.
Dimensi keagamaan (religious)
Dimensi keagamaan merupakan dimensi dalam kehidupan manusia, dimana dimensi
ini merupakan cara seseorang mendiami alam semesta yang tidak hanya dalam konteks keseharian saja, namun dalam keseluruhan
hidup seseorang yang secara khusus adalah refleksi dari karakter yang kita
yakini dan kita rasakan. Setiap agama menawarkan konsepsi yang komprehensif
mengenai alam semesta dan kehidupan manusia, agama-agama tersebut secara
otomatis mempengaruhi cara hidup penganutnya. Agama menentukan makna hidup
bagi kita, yang kita bicarakan disini
tentunya ajaran yang benar, yang membawa keselamatan di dunia dan nanti setelah
mati dan membawa keharmonisan antara umat beragama.
Disini islam sebagai jalan hidup telah berdiri kokoh dan setabil, karena
Al-Qur’an yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad, ini adalah firman abadi dari
Tuhan yang dinyatakan dalam situasi manusia yang berbeda melalui Nabi dan kitab
suci yang berbeda-beda. Stabilitas islam berasal dari kepatuhan hukum Ilahi, yang
menentukan aspek kehidupan, hal ini pada umumnya juga diajarkan oleh
agama-agama yang lainya, namun islam
tidak bisa disamakan dengan agama-agama yang lainya, dalam hal ini Allah swt
berfirman :
تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
Yang
artinya: Dan Kami turunkan kepadamu kitab
(Al-Qur-an) untuk menjelaskan segala sesuatu ...” [An-Nahl: 89]
Dengan demikian berarti ruang lingup ajaran islam
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Yang tidak bisa disamakan dengan
agama-agama yang lainnya, dan diera globalisasi sekarang ini sudah dibuktikan
kebenaran agama islam, dimana mana Al-Qur’an yang menjadi pedoman memberikan
kontribusi yang luar biasa bagi umat manusia.
1.
Faktor dan perkembangannya dalam
pendidikan
Proses perkembangan agama dalam pendidikan
dilatarbelakangi dengan semakin merosotnya moral manusia dalam ruang lingkup
keseharian saat ini. Hal inilah yang menjadi tujuan dalam pendidikan, yang
bertujuan membina dan mendidik seseorang agar menjadi manusia yang bermoral dan
berakhlak mulia.
Ilmu pengetahuan adalah alat yang harus dimiliki manusia,
agar mencapai kesempurnaan dirinya, antara lain meliputi berbagai aspek dalam
pembentukan kepribadian dibidang pendidikan, dalam hal ini pendidikan berbasis
pesantren lah yang menjadi pondasi utama dalam pelaksanaannya namun tidak
meninggalkan antar individu dengan lingkungan dalam sistim pengajarannya,
proses dan faktor yang mempengaruhi diantaranya:
a.
Pembentukan hati
1)
Pembentukan kata hati nurani.
2)
Pembentukan niat dalam melakukan.
b.
Pembentukan kebiasaan
1)
Kebiasaan berbuat ihsan kepada
Allah swt.
2)
Kebiasaan berbuat ihsan kepada
sesama manusia,
3)
Kebiasaan berbuat ihsan terhadap
makhluk Allah lainnya.
c.
Pembentukan daya jiwa
1)
Pembentukan filsafat atau pandangan
hidup yang selaras dan seimbang dalam kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan
tuntutan agama.
Dari ketiga pembahasan di atas, dalam hal ini memiliki
dua nilai, yaitu:
a.
Nilai Fungsional
Yang dimaksut disini, ialah relevansi bahan dengan
kehidupan sehari-hari. Jika bahan itu mengandung kegunaan, atau berfungsi dalam
kehidupan sehari-hari, maka itu berarti memiliki nilai fungsional. Ditinjau
dari segi agama, jelas bahwa ajaran itu harus dilaksanakan dalam kehidupan
sehari-hari.
b.
Nilai Esensial
Maksutnya, ialah nilai hakiki yng diajarkan dalam
islam. Bahwa kehidupan yang hakiki itu berlanjut di alam baqa, jadi kehidupan
itu tidak berhenti di dunia saja, melainkan terus sampai alam akhirat. Dengan demikian seluruh nilai-nilai
pengajaran islam itu bermuara pada nilai hakiki atau nilai esensial, yang
berbentuk nilai pembersian atau pensucian rohani atau jiwa, yang memungkinkan seseorang untuk
siap menerima, memahami dan menghayati ajaran agama islam sebagai pandangan
hidupnya menuju manusia yang bermoral dan sesuai dengan landasan-landasan agama
yang memungkinkannya untuk selalu menjadikan ajaran agama sebagai landasan
dalam bersikap yang baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas diatas dapat disimpulkan
bahwa, dari keempat dimensi-dimensi terebut, bahwa dimensi tersebut merupakan
jiwa manusia yang harus ditata sedemikian rupa, agar dalam pelaksanaan dalam
berbuat dan bersikap dalam kesehariannya memiliki aturan dalam pelaksanaannya
(sesuai nilai dan moral yang terkandung dalam masyarakat). Dan dari keempat
dimensi yang dibahas, ada satu dimensi yang harus menjadi pegangan agar dalam
pelaksanaannya sesuai dengan yang diharapkan, yaitu dimensi keagamaan, dalam
hal ini menjadi pondasi yang paling utama dan yang paling indah menuju indahnya
hidup didunia dan setelah mati nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Agung hartono, Perkembangan peserta didik, rineka cipta, Jakarta, 1995.
2.
Alisuf sabri, Pengantar psikologi umum dan perkembangan, Pedoman ilmu jaya, Jakarta,
1993.
3.
Caroel wade, psikologi, Erlangga, Jakarta, 2007.
4.
Howard S. Friedman, Kepribadian, teori klasik dan riset modern,
Erlangga, Jakarta, 2006.
5.
Zakiah darajat, Metodik khusus pengajaran agama islam, bumi aksara, Jakarta, 1995.
6.
John hick, Dimensi kelima menelusuri makna kehidupan, PT raja grafindo persada,
Jakarta, 2001.
diakses 7 maret 2013
diakses 6 maret 2013
hello by by
BalasHapusMy blog