Jumat, 31 Oktober 2014

CANGKIR YANG CANTIK



Alkisah sepasang kakek dan nenek pergi belanja di sebuah toko suvenir untuk mencari hadiah buat cucu mereka. Kemudian mata mereka tertuju kepada sebuah cangkir yang cantik. “Lihat cangkir itu,” kata si nenek kepada suaminya. “Kau benar, inilah cangkir tercantik yang pernah aku lihat,” ujar si kakek.
Saat mereka mendekati cangkir itu, tiba-tiba cangkir yang dimaksud berbicara “Terima kasih untuk perhatiannya, perlu diketahui bahwa aku dulunya tidak cantik. Sebelum menjadi cangkir yang dikagumi, aku hanyalah seonggok tanah liat yang tidak berguna. Namun suatu hari ada seorang pengrajin dengan tangan kotor melempar aku ke sebuah roda berputar.
Kemudian ia mulai memutar-mutar aku hingga aku merasa pusing. Stop ! Stop ! Aku berteriak, Tetapi orang itu berkata “belum !” lalu ia mulai menyodok dan meninjuku berulang-ulang. Stop! Stop ! teriakku lagi. Tapi orang ini masih saja meninjuku, tanpa menghiraukan teriakanku. Bahkan lebih buruk lagi ia memasukkan aku ke dalam perapian. Panas ! Panas ! Teriakku dengan keras. Stop ! Cukup ! Teriakku lagi. Tapi orang ini berkata “belum !”
Akhirnya ia mengangkat aku dari perapian itu dan membiarkan aku sampai dingin. Aku pikir, selesailah penderitaanku. Oh ternyata belum. Setelah dingin aku diberikan kepada seorang wanita muda dan dan ia mulai mewarnai aku. Asapnya begitu memualkan. Stop ! Stop ! Aku berteriak.
Wanita itu berkata “belum !” Lalu ia memberikan aku kepada seorang pria dan ia memasukkan aku lagi ke perapian yang lebih panas dari sebelumnya! Tolong ! Hentikan penyiksaan ini ! Sambil menangis aku berteriak sekuat-kuatnya. Tapi orang ini tidak peduli dengan teriakanku.Ia terus membakarku. Setelah puas “menyiksaku” kini aku dibiarkan dingin.
Setelah benar-benar dingin, seorang wanita cantik mengangkatku dan menempatkan aku dekat kaca. Aku melihat diriku. Aku terkejut sekali. Aku hampir tidak percaya, karena di hadapanku berdiri sebuah cangkir yang begitu cantik. Semua kesakitan dan penderitaanku yang lalu menjadi sirna tatkala kulihat diriku.
***
Sahabat, dalam kehidupan ini adakalanya kita seperti disuruh berlari, ada kalanya kita seperti digencet permasalahan kehidupan. Tapi sadarlah bahwa lakon-lakon itu merupakan cara Tuhan untuk membuat kita kuat. Hingga cita-cita kita tercapai. Memang pada saat itu tidaklah menyenangkan, sakit, penuh penderitaan, dan banyak air mata. Tetapi inilah satu-satunya cara untuk mengubah kita supaya menjadi cantik dan memancarkan kemuliaan.
“Sahabat, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai pencobaan, sebab Anda tahu bahwa ujian terhadap kita menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang supaya Anda menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”
Apabila Anda sedang menghadapi ujian hidup, jangan kecil hati, karena akhir dari apa yang sedang anda hadapi adalah kenyataan bahwa anda lebih baik, dan makin cantik dalam kehidupan ini.

Rabu, 22 Oktober 2014

Pengembangan Kurikulum pada Berbagai Tingkatannya




Pelaksanaan pengembangan kurikulum pada berbagai tingkatannya, baik pada Sekolah Dasar sederajat, Sekolah Menengah Pertama sederajat, Sekolah Menengah Atas sederajat yang bersesuaian dengan teori ini terletak pada implementasi kurikulum yaitu pelaksanaan kurikulum yang membutuhkan persiapan secara menyeluruh. Kesiapan para guru, penguasaan guru-guru pada kurikulum baru. Kemudian kesiapan para siswa untuk menerima penerapan kurikulum ini. Kelengkapan fasilitas di sekolah-sekolah untuk menunjang kurikulum. Kemapanan biaya maupun bahan terpenuhi. Dan kematangan manajerial dari pihak sekolah untuk menerapkan kurikulum baru.

Selasa, 21 Oktober 2014

kurkul




A.    Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak formal. (Nasution, 2008:5)
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
1.      Peningkatan iman dan takwa;
2.      Peningkatan akhlak mulia;
3.      Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4.      Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5.      Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6.      Tuntutan dunia kerja;
7.      Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
8.      Agama;
9.      Dinamika perkembangan global;
10.  Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya, seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada setiap jenjang pendidikan.

B.     Malcom Skilbeck
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum Australia ( Australia’s Curriculum Development Center), mengembangkan suatu interaksi altertnatif atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau model dinamis bagi model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck (1976) menganjurkan suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum (SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck mempertimbangkan model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive models) menetapkan pengembangan kurikulum harus mendahulukan suatu elemen/bagian kurikulum/perencanaan dan memulainya dengan suatu dari urutan yang telah ditentukan dan dianjurkan oleh model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut, menambahkan sangat penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a situasional analysis” harus dilakukan.[1]
Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan secara bersama dalam pengemban kurikulum, observasi dan penelitian sistem kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut terletak pada pilihan pertama.
Malcolm Skilbeck mengembangkan suatu interaksi alternative atau model dinamis bagi proses kurikulum, yang disebut dengan model dynamic in nature. Model ini menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari urutan yang telah ditentukan oleh model rasional.
Jika dilihat bahwa susunan model ini secara logis termasuk kategori rational by nature. Skillbeck sebagaimana yang dikutip oleh Abdullah idi mengingatkan bahwa pengembang kurikulum perlu mendahulukan rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langkah dari langkah yang ada dan meneruskannya dalam bentuk berurutan. Pengembang kurikulum juga harus mampu mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut secara bersamaan.
Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh Walker dan Skilback merupakan model pengembangan kurikulum Interaction Model atau Dynamic Model. Adapun kelebihan dari model pengembangan kurikulum ini adalah:
a.       Memiliki prosedur yang lebih realistis dan fleksibel untuk pengembangan kurikulum, khususnya dari sudut pandang guru atau pendidik yang tentunya memiliki tugas yang banyak.[2]
b.      Pengembang lebih bebas dan menjadi lebih kreatif dengan tidak dituliskannya tujuan-tujuan yang bersifat perilaku.
Sedangkan kelemahan dari model pengembangan ini adalah:
a.       Dalam pelaksanaannya akan cukup membingungkan karena pendekatannya yang tidak sistematis sehingga akan memunculkan hasil yang kurang memuaskan.
b.      Kurangnya penekanan dalam menempatkan pembangunan dan penggunaan objectives serta petunjuk-petunjuk yang diberikan.
c.       Dengan tidak mengikuti susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para pengembang hanya membuang-buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.[3]

Peter F. Oliva
Model perkembangan kurikulum menurut Oliva sebagaimana yang dikutip oleh Retci Angralia terdiri dari tiga kriteria, yaitu:simple, komprehensif dan sistematis.[4] Walaupun model ini mewakili komponen-­komponen paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan detil tambahan dan menunjukkan beberapa proses yang diasumsikan oleh model yang lebih sederhana.
Model ini mempunyai 6 komponen yaitu:
1.      Statement of philosophy (rumusan filosofis)
2.      Statement of goals (rumusan tujuan umum)
3.      Statement of objectives (rumusan tujuan khusus)
4.      Design of plan (desain perencanaan)
5.      Implementation (implementasi)
6.      evaluation (evaluasi).[5]
Pengembangan kurikulum Olivia terdiri dari 12 Komponen yaitu:
1.      Perumusan filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan yang kesemuanya bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat.
2.      Analisis kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah.
3.      Tujuan Umum.
4.      Tujuan Khusus.
5.      Mengorganisasikan rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
6.      Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran.
7.      Menjabarkan kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan khusus pembelajaran.

8.      Menetapkan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan.
9.      Pengembangan kurikulum.
10.  Mengimplementasikan strategi pembelajaran.
11.  Pengembangan kurikulum kembali.
12.  Evaluasi terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.

C.    Lembaga dan aparat pengembangan kurikulum PAI.
a.       Kelembagaan pendidikan agama Islam (PAI)
Lembaga pendidikan adalah tempat berlangsungnya dilaksanakan kegiatan pendidikan yang fasilitasnya dapat berupa; rumah, madrasah, masjid, mushalla atau surau, majelis taklim, pondok pesantren, balai musyawarah, sekolah, perkantoran dan sebagainya.[6]
Lembaga pendidkan formal berupa sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan madrasah yang diakui, bahkan diakredisasi oleh Dinas Pendidikan Nasional.
Lembaga pendidikan nonformal ialah keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang dimiliki masyarakat, misalnya memanfaatkan majelis taklim, masjid, musala, balai musyawarah, rumah penduduk dan sebagainya untuk melaksanakan pendidikan Islam.
Kelembagaan pendidikan Islam dapat dikembangkan pada masyarakat tanpa terpaku oleh lembaga-lembaga yang sifatnya formal. Oleh karena itu, pengembangannya akan mempermudah masyarakat menerima dan menambah ilmu pengetahuan agama Islam, khususnya dan umumnya berbagai ilmu yang bermanfaat untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ibu-ibu PKK mengadakan pengajian keliling setiap seminggu sekali ke rumah-rumah penduduk setiap RT dan RW. Program ini merupakan upaya memanfaatkan lembaga nonformal untuk mengembangkan syiar Islam kepada masyarakat.
Maksudnya, pengembangan keseluruhan dari program kegiatan yang tertuang di dalam kurikulum pendidikan tersebut. Pengembangan kurikulum tahap ini meliputi tiga pokok kegiatan, yakni: (1) perumusan tujuan institusional, (2) penetapan isi dan struktur program; dan (3) penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum secara keseluruhan.
Perumusan tujuan institusional adalah perumusan mengenai pengetahuan, sikap dan keterampilan, serta nilai yang di harapkan dapat di miliki oleh anak didik setelah mereka menyelesaikan keseluruhan program pendidikan di suatu lembaga pendidikan atau sekolah.
Lembaga pendidikan tersebut contohnya, SD/MI, SMP/MTs, SMA (SMU)/MA/STM, dan lain-lain. Perumusan tujuan institusional ini paling tidak bersumber pada sumber, yakni tujuan pendidikan nasional (yang telah di rumuskan dalam GBHN, keinginan masyarakat, pejabat pemerintah, dunia lanjut dan dunia kerja.[7]
Dalam perumusan tujuan institusional diharapkan dapat menggambarkan produk dari lembaga pendidikan yang memiliki ciri tertentu.
Penetapan isi atau struktur program mempunyai makna, yakni menentukan bidang-bidang studi yang akan diajarkan pada suatu lembaga pendidikan. Sedangkan penetapan struktur program merupakan penetapan atau penentuan mengenai jenis-jenis program pendidikan, sistem semester/catur wulan, jumlah bidang studi, dan alokasi waktu yang diperlukan.[8]
Penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum maksudnya adanya upaya memilih, menyusun dan memobilisasikan segala cara, tenaga dan sarana pada cara-cara mencapai tujuan secara efisien. Dalam menyusun strategi maka pelaksanaan kurikulum meliputi kegiatan-kegiatan, melaksanakan pengajaran, melakukan penilaian, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan.

b.      Aparat yang berpengaruh dalam pengembangan kurikulum PAI
Adapun aparat-aparat atau mereka yang berpengaruh dalam pengembangan kurikulum PAI adalah mereka (individu-individu atau kelompok) yang dikarenakan status profesi atau posisi mereka dapat membuat keputusan-keputusan yang spesifik, mengenai kurikulum untuk disusun dan diimplementasikan dalam sekolah-sekolah tertentu.
Barangkali terdapat perbedaan mengenai pembuat keputusan kurikulum antara negara-negara maju dan negara-negara belum maju. Dinegara maju banyak pihak yang terlibat dalam pembuat keputusan, diantaranya;
v  Pendidik(guru) dan anak didik membuat keputusan-keputusan mengenai bahan kurikulum secara spesifik yang berkaitan dengan kelas mereka masing-masing.
v  Kepala sekolah dapat melakukan/membuat keputusan-keputusan kurikulum yang mempengaruhi semua staf pada sekolah tertentu.
v  Direktur-direktur jenderal, direktur-direktur dan pengawas-pengawas sering membuat keputusan kurikulum yang akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas dari ratusan, bahkan ribuan sekolah dan juga ribuan pendidik(guru) dan anak didik(murid).
Personalia pada level sekolah (kepala sekolah dan guru-guru atau pendidik) membuat keputusan dalam kurikulum, biasanya yang berhubungan dengan aktivitas pengajaran sehari-hari.
Personalia diluar sekolah, yakni pengawas, kepala-kepala pada tingkat provinsi membuat keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pembuatan atau pemindahan program-program secara keseluruhan.
Tetapi para pembuat keputusan tersebut tidak melaksanakannya dalam suatu kevakuman, mereka juga banyak dipengaruhi oleh individu-individu dan kelompok. Maka mungkin dipengaruhi oleh kontak-kontak informal dan bahkan pengaturan dari organisasi-organisasi tertentu.

c.       Pedoman dan prosedur perkembangan kurikulum PAI
Perkembangan kurikulum di Indonesia pada dasarnya berpijak dari perkembangan pendidikan di Indonesia itu sendiri. Secara formal, sejak zaman Belanda sudah terdapat sekolah, dan artinya kurikulum juga sudah ada.
Pada zaman Belanda pelaksanaan pendidikan dan persekolahan mempunyai ciri khas, yang mana kurikulum pendidikan diwarnai oleh misi penjajahan Belanda; begitu juga halnya dengan kurikulum zaman Jepang, yang mana dapat dikatakan bahwa keberadaan atau tujuan pendidikan pada zaman ini adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang dapat membantu misi penjajahan di tanah air.
Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu perangkat lengkap yang menjadi dasar bagi guru dalam membuat semua keputusannya disekolah.[9] Karena itu wajar bagi setiap guru memiliki kemampuan bagaimana membentuk atau menyusun kurikulum berdasarkan suatu proses logis, sehingga mereka dapat menyediakan hal-hal yang dinilai terbaik pada saat itu untuk disampaikan pada siswanya. Sebaliknya jika guru tidak berpedoman pada kurikulum yang mantap, maka keberhasilan pengajarannya akan menimbulkan keraguan dan samar-samar.[10]
Pada prinsipnya, pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam berfungsi untuk mengembangkan pendidikan Islam. Oleh karena itu, harus diaplikasikan kepada hal-hal berikut:
1.      Pendidikan Islam harus diorientasikan pada upaya mengejawantahkan nilai-nilai ilahiah dalam pribadi setiap anak didik.
2.      Pendidikan Islam adalah upaya manusia untuk menginternalisasikan sifat-sifat Allah yang ada pada dirinya.
3.      Pendidikan Islam sesungguhnya diorientasikan umat Islam pada upaya mengenal Allah , mendekati-Nya, dan menyerahkan diri pada-Nya.
4.      Kemutlakan Allah dalam setiap dimensinya harus tampak dalam seluruh komponen pendidikan Islam, baik dalam tujuan, materi, dan dalam komponen pendidikan lainnya.
5.      Dimensi kebenaran Allah mengisyaratkan bahwa hanya dia sumber  kebenaran, melahirkan cara pandang epistemologis tentang apa yang disebut pengetahuan; tidak ada pengetahuan yang di anggapbenar jika tidak bersumber dan tidak merujuk tanda-tanda Allah, baik qauniyah maupun qauliyah; hal itu berlaku juga dalam ilmu pendidikan Islam.
Pendidikan Islam juga berperan untuk membuka wawasan umat Islam tentang berbagai ilmu pengetahuan dan berbasis pada Al-qur’an dan Sunah. Al-qur’an memberikan ide dasar dan inspirasi yang lengkap tentang ilmu pengetahuan.
Sebagai dasar pendidikan Islam, Al-qur’an dan As-sunah adalah rujukan untuk mencari, membuat dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori, dan tekhnik pendidikan Islam. Al-qur’an dan As-sunah merupakan rujukan dalam setiap upaya pendidikan. Artinya, rasa dan pikiran manusia yang bergerak dalam kegiatan pendidikan harus berkeyakinan tentang kebenaran Al-qur’an dan hadis nabi. Selain itu keduanya juga merupakan kerangka normatif-teoritis pendidikan Islam. Keduanya adalah sumber nilai kehidupan manusia dalam berbagai asfeknya, yang telah memperkenalkan dan mengajarkan manusia untuk selalu berfikir. Oleh karena itu keduanya layak dan semestinya dijadikan sebagai fondasi pendidikan agama Islam.

D.    Kurikulum Diberbagai Tingkatan
a.       Kurikulum pada Sekolah Dasar Tahun 1964
Kurikulum ini merupakan perbaikan dari kurikulum sebelumnya (yang berlaku sejak tahun 1952 s.d 1964). Pada tahun 1964, direktorat pendidikan Dsar/Prasekolah, Departemen PP dan K, menertibkan suatu buku yang dinamakan Rencana Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Tujuan pendidikan pada masa ini adalah membentuk manusia Pancasila Manipol/Usdek yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat adail dan makmur, materiil dan sprituil.[11]
Sistem pendidikannya dinamakan sistem Panca Wardana atau sistem 5 (lima) aspek perkembangan yaitu: a) Perkembangan Moral, b) Perkembangana Intelgensi, c) Perkembanagan Emosional Artistik (rasa keharuan), e) Perkembangan Keprigelan, dan e) Perkembangan Jasmaniah.
Kelima Wardana Tersebut diuraikan menjadi beberapa bahan pelajaran yakni:
ü Perkembangan Moral:  Pendidikan kemasyarakatan, pendidikan agama/budi pekerti.
ü Perkembangan Intelegensi: Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah Berhitung dan Pengetahuan Alamiah.
ü Perkembangan Emosional/Artistik: Seni Sastra/Musik, Seni Lukis/Rupa, Seni Tari dan Seni Sastra/Drama.
ü Perkembangan Keprigelan: Pertanian/Peternakan, Industri kecil/pekerjaan tangan, Koperasi/Tabungan dan Keprigelan-Keprigelan yang lainnya.
ü Perkembangan Jasmaniah: Pendidikan Jasmaniah, Pendidikan Kesehatan.[12]

b.      Perkembangan Kurikulum Sekolah Menengah Pertama (SMP)
SMP merupakan lembaga pendidikan formal sesudah SD dan merupakan persiapan bagi Sekolah Menengah Atas (SMA). Perkembangan kurikulum SMP mengalami masa yang meliputi:
1.      Masa Penjajahan Belanda
2.      Masa Penjajahan Jepang
3.      Masa Republik Indonesia (RI)
1.      Masa Penjajahan Belanda
Pada masa pemerintahan belanda, mulai adanya Sekolah Menengah Pertama yang formal yang ada kesesuaiannya dengan masa sekarang.
Dalam masa penjajahan Belanda ada pembagiannya sebagai berikut: a) Periode sebelum tahun 1900, b) Periode 1900 – 1914. c) Periode 1914 – 1935, d) Periode 1935 – 1945.[13]
2.      Masa Penjajahan Jepang
Kurikulum Sekolah Menengah Pertama pada zaman Jepang (1942 - 1945). Pada masa penjajaha Jepang, kurikulum yang diterapkan adalah bertujuan agar rakuat dapat membantu pertahanan Jepang, karena itu mata pelajaran(vak) yang diajarkan pada masa pemerintahan Belanda dirubah sesuai dengan keinginan Bangsa Jepang, hal itu dimulai dari perubahan bahasa, dari bahasa Belanda dirubah menjadi bahsa Jepang, mata pelajaran ilmu pasti, ilmu alam, ilmu hayat dijadikan pengetahuan dasar, seperti yang diberikan di MULO, yaitu pada bagian ilmu pasti alam. Mata pelajaran ilmu bumi, sejarah, tatanegara yang dahulunya terpusat pada Belanda sekarang berubah terpusat pada Jepang (Asia Timur Raya). Mata pelajaran Gymnasium/pendidikan Jasmani diberikan tiap hari sebelum masuk sekolah latihan dasar kemiliteran diberikan pada murid-murid sekolah. Musik nyanyian Belanda  diganti, menjadi musik nyanyian Jepang Asia Jaya yang diajarkan disekolah Gayo.[14]
3.      Masa Republik Indonesia (RI)
Masa  1945 – 1950
Kalau masa penjajahan Belanda, isi kurikulumnya diorientasikan kepada tujuan untuk mempersiapkan tenaga pegawai yang diperlukan oleh pemerintah Belanda. Dan masa penjajahan Jepang isi kurikulumnya bertujuan untuk membantu kelancaran dan  pertahanan Jepang selama mereka berada di Indonesia. Sedangkan pada masa Indonesia merdeka, yang diawali dengan meletusnya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, telah menimbulkan hidup baru dalam segala bidang, juga dalam pendidikan. Maka perubahan sistem pendidikan sangat diperlukan bahkan sangat mendesak. Sebagai pedoman bagi rakyat, maka pemerintah menggunakan Rencana Usaha Pendidikan dan Pengajaran, yang telah disiapkan pada saat-saat terakhir pendudukan Jepan. Kemudian, Ki Hajar Dewantara, Menteri PP & K, mengeluarkan intruksi umum yang memrintahkan kepada semua kepala sekolah dan guru-guru yakni:
ü  Pengibaran Sang Saka Merah Putih dihalaman sekolah pada setiap hari.
ü  Menyanyikan lagu Indonesia Raya, sebagai lagu kebangsaan.
ü  Menurunkan bendera Jepang dan menghilangkan Kinigajo.
ü  Menghapuskan bahasa Jepang dan semua upacara yang berasal dari balatentara jepang.
ü  Memberikan semangat kebangasaan kepada anak didik atau murid.[15]
c.       Kurikulum SMA Masa Republik Indonesia (RI)
Masa 1950 – 1965
Tahun 1950 lahirlah UUD Pendidikan dan Pengajaran disekolah yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, yakni Undang-Undang No. 4 Th. 1950 yang kemudian diubah menjadi Undan-Undang No 12 Th. 1945.
Pada Bab II pasal 3, mengungkapkan mengenai pendidikan dan pengajaran disekolah yakni: Membentuk Manusia Susila yang cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Bab III pasal 4 berbunyi: Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila, Undang-undang Dasar Negara RI dan atas kebudayaan bangsa Indonesia.[16]
Implikasinya bahwa kedua pasal tersebut sangat penting dalam membawa tujuan dan arah pendidikan bagi anak didik atau pengelola pendidikan.
Sekolah Menenga Atas (SMA) dibagi menjadi 3 bagian:
§  Bagian A : Jurusan Kesustraan
§  Bagian B : Jurusan Ilmu Pasti dan Ilmu Alam
§  Bagian C : Jurusan Sosial Ekonomi.
Tujuannya: menyiapkan calon anggota masyarakat yang berguna, dan mendidik anak didik agar dapat meneruskan studinya kejenjang yang lebih tinggi.


[1]Ahmad, M., dkk, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Pustaka Setia, 1998. hal 65                          
[2]Zainal Arifin, Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, Jogjakarta: Diva Press, 2012. Hal 45
[3]Zainal Arifin, Ibid hal 46
[4]Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Hal 74
[5]Zainal, Arifin Op cit, hal 50
[6]. Sukmadinata, Nana Syaodih, Op cit, hal 78
[7]Dakir, “Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum” Jakarta: Rineka Cipta, 2004. Cet ke 5. Hal 70
[8] Dakir. Ibid. Hal 72
[9] Hamalik, Oemar, “Manajemen Pengembangan Kurikulum” Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008. Hal 78. Cet ke 2
[10] Hamalik, Oemar. Lok cit. Hal 78
[11] Drs. Abdullah Idi, M.Ed “Pengembangan Kurikulum Teori & Praktik” Jakarta: Gaya Media Pratama. 1999. Cet ke 1. Hal 200
[12] Drs. Abdullah Idi, M.Ed. Ibid. Hal 201
[13] Drs. Abdullah Idi, M.Ed. Ibid. Hal 203
[14] Drs. Abdullah Idi, M.Ed. Ibid. Hal. 205
[15] Drs. Abdullah Idi, M.Ed. Lok cit. Hal. 205
[16] Drs. Abdullah Idi, M.Ed. Ibid. Hal 209