A.
Pengertian
Kurikulum
Kurikulum adalah suatu rencana yang
disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar di bawah bimbingan dan
tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan
sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang formal juga kegiatan yang tak
formal. (Nasution, 2008:5)
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1
ayat (19) yang berbunyi: Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Lebih lanjut pada pasal 36 ayat (3) disebutkan bahwa kurikulum
disusun sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
1. Peningkatan iman dan takwa;
2. Peningkatan akhlak mulia;
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6. Tuntutan dunia kerja;
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
8. Agama;
9. Dinamika perkembangan global;
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal ini jelas menunjukkan berbagai
aspek pengembangan kepribadian peserta didik yang menyeluruh dan pengembangan
pembangunan masyarakat dan bangsa, ilmu, kehidupan agama, ekonomi, budaya,
seni, teknologi dan tantangan kehidupan global. Artinya, kurikulum haruslah
memperhatikan permasalahan ini dengan serius dan menjawab permasalahan ini
dengan menyesuaikan diri pada kualitas manusia yang diharapkan dihasilkan pada
setiap jenjang pendidikan.
B.
Malcom Skilbeck
Malkom Skilback, direktur Pusat Pengembangan Kurikulum
Australia ( Australia’s Curriculum Development Center), mengembangkan suatu
interaksi altertnatif atau model dinamis bagi suatu interaksi alternatif atau
model dinamis bagi model proses kurikulum. Dalam sebuah artikelnya, Skilbeck
(1976) menganjurkan suatu pendekatan dan mengembangkan kurikulum pada tingkat
sekolah. Pendapatnya mengenai sekolah di dasarkan pada pengembangan kurikulum
(SCBD), sehingga Skilbeck memberikan suatu model yang membuat pendidik dapat
mengembangkan kurikulum secara tepat dan realistic. Dalam hal ini, Skilbeck mempertimbangkan
model dynamic in nature.
Model dinamis atau interaktif (dyanamic or interactive
models) menetapkan pengembangan kurikulum harus mendahulukan suatu elemen/bagian
kurikulum/perencanaan dan memulainya dengan suatu dari urutan yang telah ditentukan
dan dianjurkan oleh model rasional. Skilbeck mendukung petunjuk tersebut,
menambahkan sangat penting bagi developers untuk menyadari sumber-sumber tujuan
mereka. Untuk mengetahui sumber-sumber tersebut, Skilbeck berpendapat bahwa “a
situasional analysis” harus dilakukan.
Skilbeck berkata bahwa model dapat diaplikasikan
secara bersama dalam pengemban kurikulum, observasi dan penelitian sistem
kurikulum, dan aplikasi nilai dari model tersebut pada nilai dan model tersebut
terletak pada pilihan pertama.
Malcolm Skilbeck mengembangkan suatu interaksi
alternative atau model dinamis bagi proses kurikulum, yang disebut dengan model
dynamic in nature. Model ini menetapkan bahwa pengembang kurikulum harus
mendahulukan suatu elemen kurikulum dan memulainya dengan suatu urutan dari
urutan yang telah ditentukan oleh model rasional.
Jika dilihat bahwa susunan model ini secara logis
termasuk kategori rational by nature. Skillbeck sebagaimana yang dikutip
oleh Abdullah idi mengingatkan bahwa pengembang kurikulum perlu mendahulukan
rencana mereka dengan memulainya dari salah satu langkah dari langkah yang ada
dan meneruskannya dalam bentuk berurutan. Pengembang kurikulum juga harus mampu
mengatasi segala perbedaan dalam langkah-langkah tersebut secara bersamaan.
Model pengembangan kurikulum yang dikembangkan oleh
Walker dan Skilback merupakan model pengembangan kurikulum Interaction Model
atau Dynamic Model. Adapun kelebihan dari model pengembangan
kurikulum ini adalah:
a.
Memiliki
prosedur yang lebih realistis dan fleksibel untuk pengembangan kurikulum,
khususnya dari sudut pandang guru atau pendidik yang tentunya memiliki tugas
yang banyak.
b.
Pengembang
lebih bebas dan menjadi lebih kreatif dengan tidak dituliskannya tujuan-tujuan
yang bersifat perilaku.
Sedangkan kelemahan dari model pengembangan ini
adalah:
a.
Dalam
pelaksanaannya akan cukup membingungkan karena pendekatannya yang tidak
sistematis sehingga akan memunculkan hasil yang kurang memuaskan.
b.
Kurangnya
penekanan dalam menempatkan pembangunan dan penggunaan objectives serta
petunjuk-petunjuk yang diberikan.
c.
Dengan
tidak mengikuti susunan yang logis dalam pengembangan kurikulum, para
pengembang hanya membuang-buang waktu sehingga kurang efektif dan efisien.
Peter F. Oliva
Model perkembangan kurikulum menurut Oliva sebagaimana
yang dikutip oleh Retci Angralia terdiri dari tiga kriteria, yaitu:simple, komprehensif dan sistematis. Walaupun model ini
mewakili komponen-komponen
paling penting, namun model ini dapat diperluas menjadi model yang menyediakan detil tambahan dan menunjukkan
beberapa proses yang diasumsikan oleh model yang lebih sederhana.
Model
ini mempunyai 6 komponen yaitu:
1.
Statement
of philosophy (rumusan filosofis)
2.
Statement
of goals (rumusan tujuan umum)
3.
Statement
of objectives (rumusan tujuan khusus)
4.
Design
of plan (desain perencanaan)
5.
Implementation
(implementasi)
6.
evaluation
(evaluasi).
Pengembangan kurikulum Olivia terdiri dari 12 Komponen
yaitu:
1.
Perumusan
filosofis, sasaran, misi serta visi lembaga pendidikan yang kesemuanya
bersumber dari analisis kebutuhan siswa dan kebutuhan masyarakat.
2.
Analisis
kebutuhan masyarakat dimana sekolah itu berada, kebutuhan siswa dan urgensi
dari disiplin ilmu yang harus diberikan oleh sekolah.
3.
Tujuan
Umum.
4.
Tujuan
Khusus.
5.
Mengorganisasikan
rancangan dan mengimplementasikan kurikulum.
6.
Menjabarkan
kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan umum pembelajaran.
7.
Menjabarkan
kurikulum dalam bentuk perumusan tujuan khusus pembelajaran.
8.
Menetapkan
strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan.
9.
Pengembangan
kurikulum.
10.
Mengimplementasikan
strategi pembelajaran.
11.
Pengembangan
kurikulum kembali.
12.
Evaluasi
terhadap pembelajaran dan evaluasi kurikulum.
C.
Lembaga
dan aparat pengembangan kurikulum PAI.
a.
Kelembagaan pendidikan agama Islam (PAI)
Lembaga
pendidikan adalah tempat berlangsungnya dilaksanakan kegiatan pendidikan yang
fasilitasnya dapat berupa; rumah, madrasah, masjid, mushalla atau surau,
majelis taklim, pondok pesantren, balai musyawarah, sekolah, perkantoran dan
sebagainya.
Lembaga
pendidkan formal berupa sekolah, pondok pesantren yang telah sederajat dengan
madrasah yang diakui, bahkan diakredisasi oleh Dinas Pendidikan Nasional.
Lembaga
pendidikan nonformal ialah keluarga dan lingkungan masyarakat. Dengan
memanfaatkan berbagai fasilitas umum yang dimiliki masyarakat, misalnya
memanfaatkan majelis taklim, masjid, musala, balai musyawarah, rumah penduduk
dan sebagainya untuk melaksanakan pendidikan Islam.
Kelembagaan
pendidikan Islam dapat dikembangkan pada masyarakat tanpa terpaku oleh
lembaga-lembaga yang sifatnya formal. Oleh karena itu, pengembangannya akan
mempermudah masyarakat menerima dan menambah ilmu pengetahuan agama Islam,
khususnya dan umumnya berbagai ilmu yang bermanfaat untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ibu-ibu PKK mengadakan pengajian
keliling setiap seminggu sekali ke rumah-rumah penduduk setiap RT dan RW.
Program ini merupakan upaya memanfaatkan lembaga nonformal untuk mengembangkan
syiar Islam kepada masyarakat.
Maksudnya,
pengembangan keseluruhan dari program kegiatan yang tertuang di dalam kurikulum
pendidikan tersebut. Pengembangan kurikulum tahap ini meliputi tiga pokok
kegiatan, yakni: (1) perumusan tujuan institusional, (2) penetapan isi dan
struktur program; dan (3) penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum secara
keseluruhan.
Perumusan tujuan institusional adalah perumusan mengenai pengetahuan,
sikap dan keterampilan, serta nilai yang di harapkan dapat di miliki oleh anak
didik setelah mereka menyelesaikan keseluruhan program pendidikan di suatu
lembaga pendidikan atau sekolah.
Lembaga
pendidikan tersebut contohnya, SD/MI, SMP/MTs, SMA (SMU)/MA/STM, dan lain-lain.
Perumusan tujuan institusional ini paling tidak bersumber pada sumber, yakni
tujuan pendidikan nasional (yang telah di rumuskan dalam GBHN, keinginan
masyarakat, pejabat pemerintah, dunia lanjut dan dunia kerja.
Dalam
perumusan tujuan institusional diharapkan dapat menggambarkan produk dari
lembaga pendidikan yang memiliki ciri tertentu.
Penetapan isi atau struktur
program mempunyai makna, yakni menentukan bidang-bidang studi yang akan
diajarkan pada suatu lembaga pendidikan. Sedangkan penetapan struktur program
merupakan penetapan atau penentuan mengenai jenis-jenis program pendidikan,
sistem semester/catur wulan, jumlah bidang studi, dan alokasi waktu yang
diperlukan.
Penyusunan strategi pelaksanaan kurikulum maksudnya adanya upaya
memilih, menyusun dan memobilisasikan segala cara, tenaga dan sarana pada
cara-cara mencapai tujuan secara efisien. Dalam menyusun strategi maka
pelaksanaan kurikulum meliputi kegiatan-kegiatan, melaksanakan pengajaran,
melakukan penilaian, melaksanakan bimbingan dan penyuluhan.
b.
Aparat yang berpengaruh
dalam pengembangan kurikulum PAI
Adapun aparat-aparat atau mereka yang
berpengaruh dalam pengembangan kurikulum PAI adalah mereka (individu-individu
atau kelompok) yang dikarenakan status profesi atau posisi mereka dapat membuat
keputusan-keputusan yang spesifik, mengenai kurikulum untuk disusun dan
diimplementasikan dalam sekolah-sekolah tertentu.
Barangkali terdapat perbedaan mengenai pembuat
keputusan kurikulum antara negara-negara maju dan negara-negara belum maju.
Dinegara maju banyak pihak yang terlibat dalam pembuat keputusan, diantaranya;
v Pendidik(guru) dan
anak didik membuat keputusan-keputusan mengenai bahan kurikulum secara spesifik
yang berkaitan dengan kelas mereka masing-masing.
v Kepala sekolah
dapat melakukan/membuat keputusan-keputusan kurikulum yang mempengaruhi semua
staf pada sekolah tertentu.
v Direktur-direktur
jenderal, direktur-direktur dan pengawas-pengawas sering membuat keputusan
kurikulum yang akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas dari ratusan, bahkan
ribuan sekolah dan juga ribuan pendidik(guru) dan anak didik(murid).
Personalia
pada level sekolah (kepala sekolah dan guru-guru atau pendidik) membuat
keputusan dalam kurikulum, biasanya yang berhubungan dengan aktivitas
pengajaran sehari-hari.
Personalia
diluar sekolah, yakni pengawas, kepala-kepala pada tingkat provinsi membuat
keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pembuatan atau pemindahan
program-program secara keseluruhan.
Tetapi
para pembuat keputusan tersebut tidak melaksanakannya dalam suatu kevakuman,
mereka juga banyak dipengaruhi oleh individu-individu dan kelompok. Maka
mungkin dipengaruhi oleh kontak-kontak informal dan bahkan pengaturan dari
organisasi-organisasi tertentu.
c.
Pedoman dan prosedur perkembangan kurikulum PAI
Perkembangan kurikulum di Indonesia pada
dasarnya berpijak dari perkembangan pendidikan di Indonesia itu sendiri. Secara
formal, sejak zaman Belanda sudah terdapat sekolah, dan artinya kurikulum juga
sudah ada.
Pada zaman Belanda pelaksanaan pendidikan dan
persekolahan mempunyai ciri khas, yang mana kurikulum pendidikan diwarnai oleh
misi penjajahan Belanda; begitu juga halnya dengan kurikulum zaman Jepang, yang
mana dapat dikatakan bahwa keberadaan atau tujuan pendidikan pada zaman ini
adalah untuk menciptakan sumber daya manusia yang dapat membantu misi
penjajahan di tanah air.
Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu
perangkat lengkap yang menjadi dasar bagi guru dalam membuat semua keputusannya
disekolah.
Karena itu wajar bagi setiap guru memiliki kemampuan bagaimana membentuk atau
menyusun kurikulum berdasarkan suatu proses logis, sehingga mereka dapat
menyediakan hal-hal yang dinilai terbaik pada saat itu untuk disampaikan pada
siswanya. Sebaliknya jika guru tidak berpedoman pada kurikulum yang mantap, maka
keberhasilan pengajarannya akan menimbulkan keraguan dan samar-samar.
Pada prinsipnya, pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam berfungsi untuk mengembangkan pendidikan Islam. Oleh
karena itu, harus diaplikasikan kepada hal-hal berikut:
1.
Pendidikan Islam harus diorientasikan pada
upaya mengejawantahkan nilai-nilai ilahiah dalam pribadi setiap anak didik.
2.
Pendidikan Islam adalah upaya manusia untuk
menginternalisasikan sifat-sifat Allah yang ada pada dirinya.
3.
Pendidikan Islam sesungguhnya diorientasikan
umat Islam pada upaya mengenal Allah , mendekati-Nya, dan menyerahkan diri
pada-Nya.
4.
Kemutlakan Allah dalam setiap dimensinya harus
tampak dalam seluruh komponen pendidikan Islam, baik dalam tujuan, materi, dan
dalam komponen pendidikan lainnya.
5.
Dimensi kebenaran Allah mengisyaratkan bahwa
hanya dia sumber kebenaran, melahirkan
cara pandang epistemologis tentang apa yang disebut pengetahuan; tidak ada
pengetahuan yang di anggapbenar jika tidak bersumber dan tidak merujuk
tanda-tanda Allah, baik qauniyah maupun qauliyah; hal itu berlaku juga dalam
ilmu pendidikan Islam.
Pendidikan
Islam juga berperan untuk membuka wawasan umat Islam tentang berbagai ilmu
pengetahuan dan berbasis pada Al-qur’an dan Sunah. Al-qur’an memberikan ide
dasar dan inspirasi yang lengkap tentang ilmu pengetahuan.
Sebagai
dasar pendidikan Islam, Al-qur’an dan As-sunah adalah rujukan untuk mencari,
membuat dan mengembangkan paradigma, konsep, prinsip, teori, dan tekhnik
pendidikan Islam. Al-qur’an dan As-sunah merupakan rujukan dalam setiap upaya
pendidikan. Artinya, rasa dan pikiran manusia yang bergerak dalam kegiatan
pendidikan harus berkeyakinan tentang kebenaran Al-qur’an dan hadis nabi.
Selain itu keduanya juga merupakan kerangka normatif-teoritis pendidikan Islam.
Keduanya adalah sumber nilai kehidupan manusia dalam berbagai asfeknya, yang
telah memperkenalkan dan mengajarkan manusia untuk selalu berfikir. Oleh karena
itu keduanya layak dan semestinya dijadikan sebagai fondasi pendidikan agama
Islam.
D.
Kurikulum Diberbagai Tingkatan
a. Kurikulum pada
Sekolah Dasar Tahun 1964
Kurikulum ini merupakan perbaikan dari
kurikulum sebelumnya (yang berlaku sejak tahun 1952 s.d 1964). Pada tahun 1964,
direktorat pendidikan Dsar/Prasekolah, Departemen PP dan K, menertibkan suatu
buku yang dinamakan Rencana Pendidikan Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.
Tujuan pendidikan pada masa ini adalah membentuk manusia Pancasila Manipol/Usdek
yang bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat adail dan makmur,
materiil dan sprituil.
Sistem pendidikannya dinamakan sistem Panca
Wardana atau sistem 5 (lima) aspek perkembangan yaitu: a) Perkembangan Moral,
b) Perkembangana Intelgensi, c) Perkembanagan Emosional Artistik (rasa
keharuan), e) Perkembangan Keprigelan, dan e) Perkembangan Jasmaniah.
Kelima Wardana Tersebut diuraikan menjadi
beberapa bahan pelajaran yakni:
ü
Perkembangan Moral: Pendidikan kemasyarakatan, pendidikan
agama/budi pekerti.
ü
Perkembangan Intelegensi: Bahasa Indonesia,
Bahasa Daerah Berhitung dan Pengetahuan Alamiah.
ü
Perkembangan Emosional/Artistik: Seni
Sastra/Musik, Seni Lukis/Rupa, Seni Tari dan Seni Sastra/Drama.
ü
Perkembangan Keprigelan: Pertanian/Peternakan,
Industri kecil/pekerjaan tangan, Koperasi/Tabungan dan Keprigelan-Keprigelan
yang lainnya.
ü
Perkembangan Jasmaniah: Pendidikan Jasmaniah,
Pendidikan Kesehatan.
b.
Perkembangan Kurikulum Sekolah Menengah Pertama
(SMP)
SMP merupakan lembaga pendidikan formal sesudah
SD dan merupakan persiapan bagi Sekolah Menengah Atas (SMA). Perkembangan
kurikulum SMP mengalami masa yang meliputi:
1.
Masa Penjajahan Belanda
2.
Masa Penjajahan Jepang
3.
Masa Republik Indonesia (RI)
1.
Masa Penjajahan Belanda
Pada masa pemerintahan belanda, mulai adanya
Sekolah Menengah Pertama yang formal yang ada kesesuaiannya dengan masa
sekarang.
Dalam masa penjajahan Belanda ada pembagiannya
sebagai berikut: a) Periode sebelum tahun 1900, b) Periode 1900 – 1914. c)
Periode 1914 – 1935, d) Periode 1935 – 1945.
2.
Masa Penjajahan Jepang
Kurikulum Sekolah Menengah Pertama pada zaman
Jepang (1942 - 1945). Pada masa penjajaha Jepang, kurikulum yang diterapkan
adalah bertujuan agar rakuat dapat membantu pertahanan Jepang, karena itu mata
pelajaran(vak) yang diajarkan pada masa pemerintahan Belanda dirubah sesuai
dengan keinginan Bangsa Jepang, hal itu dimulai dari perubahan bahasa, dari
bahasa Belanda dirubah menjadi bahsa Jepang, mata pelajaran ilmu pasti, ilmu
alam, ilmu hayat dijadikan pengetahuan dasar, seperti yang diberikan di MULO,
yaitu pada bagian ilmu pasti alam. Mata pelajaran ilmu bumi, sejarah,
tatanegara yang dahulunya terpusat pada Belanda sekarang berubah terpusat pada
Jepang (Asia Timur Raya). Mata pelajaran Gymnasium/pendidikan Jasmani diberikan
tiap hari sebelum masuk sekolah latihan dasar kemiliteran diberikan pada
murid-murid sekolah. Musik nyanyian Belanda
diganti, menjadi musik nyanyian Jepang Asia Jaya yang diajarkan
disekolah Gayo.
3.
Masa Republik Indonesia (RI)
Masa 1945 – 1950
Kalau masa penjajahan Belanda, isi kurikulumnya
diorientasikan kepada tujuan untuk mempersiapkan tenaga pegawai yang diperlukan
oleh pemerintah Belanda. Dan masa penjajahan Jepang isi kurikulumnya bertujuan
untuk membantu kelancaran dan pertahanan
Jepang selama mereka berada di Indonesia. Sedangkan pada masa Indonesia
merdeka, yang diawali dengan meletusnya proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17
Agustus 1945, telah menimbulkan hidup baru dalam segala bidang, juga dalam
pendidikan. Maka perubahan sistem pendidikan sangat diperlukan bahkan sangat
mendesak. Sebagai pedoman bagi rakyat, maka pemerintah menggunakan Rencana
Usaha Pendidikan dan Pengajaran, yang telah disiapkan pada saat-saat terakhir
pendudukan Jepan. Kemudian, Ki Hajar Dewantara, Menteri PP & K,
mengeluarkan intruksi umum yang memrintahkan kepada semua kepala sekolah dan
guru-guru yakni:
ü Pengibaran Sang
Saka Merah Putih dihalaman sekolah pada setiap hari.
ü Menyanyikan lagu
Indonesia Raya, sebagai lagu kebangsaan.
ü Menurunkan bendera
Jepang dan menghilangkan Kinigajo.
ü Menghapuskan
bahasa Jepang dan semua upacara yang berasal dari balatentara jepang.
ü Memberikan
semangat kebangasaan kepada anak didik atau murid.
c.
Kurikulum SMA Masa Republik Indonesia (RI)
Masa 1950 – 1965
Tahun 1950 lahirlah UUD Pendidikan dan
Pengajaran disekolah yang berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia, yakni
Undang-Undang No. 4 Th. 1950 yang kemudian diubah menjadi Undan-Undang No 12
Th. 1945.
Pada Bab II pasal 3, mengungkapkan mengenai
pendidikan dan pengajaran disekolah yakni: Membentuk Manusia Susila yang
cakap dan warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab kesejahteraan
masyarakat dan tanah air.
Bab III pasal 4 berbunyi: Pendidikan dan
pengajaran berdasarkan atas asas-asas yang termaktub dalam Pancasila,
Undang-undang Dasar Negara RI dan atas kebudayaan bangsa Indonesia.
Implikasinya bahwa kedua pasal tersebut sangat
penting dalam membawa tujuan dan arah pendidikan bagi anak didik atau pengelola
pendidikan.
Sekolah Menenga Atas (SMA) dibagi menjadi 3
bagian:
§ Bagian A : Jurusan
Kesustraan
§ Bagian B : Jurusan
Ilmu Pasti dan Ilmu Alam
§ Bagian C : Jurusan
Sosial Ekonomi.
Tujuannya: menyiapkan calon
anggota masyarakat yang berguna, dan mendidik anak didik agar dapat meneruskan
studinya kejenjang yang lebih tinggi.
Ahmad, M., dkk, Pengembangan Kurikulum, Bandung:
Pustaka Setia, 1998. hal 65
Zainal Arifin,
Pengembangan Manajemen Mutu Kurikulum Pendidikan Islam, Jogjakarta: Diva
Press, 2012. Hal 45
Zainal Arifin,
Ibid hal 46
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum
Teori dan Praktik, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Hal 74
. Sukmadinata,
Nana Syaodih, Op cit, hal 78
Dakir, “Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum” Jakarta:
Rineka Cipta, 2004. Cet ke 5. Hal 70