BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pancasila
Istilah pancasila berasal dari bahasa sansekerta yang
memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : “panca” artinya lima, “syila”
vocal i pendek artinya batu sendi, alas, atau dasar. “syiila”, vocal i panjang
artinya “peraturan tingkah laku yang baik, yang penting atau yang senonoh”.
Jadi secara etimologis “pancasila” yang dimaksudkan
disini adalah istilah “pancasyila” dengan vocal I pendek memiliki makna
leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima
unsur”. Adapun istilah “panca syiila” dengan huruf dewanagari I bermakna lima
aturan tingkah laku yang penting (Yamin, 1960 : 437)
B. Pengertian UUD 1945
Undang-undang dasar adalah peraturan perundang-undangan
Negara yang tertinggi tingkatnya dalam Negara dan merupakan hukum dasar Negara
yang tertulis. Undang-undang dasar harus memuat ketentuan-ketentuan hukum yang
mengatur hal-hal berikut:
1. Bentuk Negara dan organisasinya.
2. Susunan pengangkatan dan wewenang pemerintah dalam arti luas:
badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif, pemilihan dan
sistemnya.
3. Hak-hak fundamental warganegara dan badan-badan hukum termasuk
bidang politik. Dan lain-lain yang bersifat mendasar.
C. Sejarah Perumusan Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pada
tanggal 17 september 1944, Perdana Menteri Jepang Koiso mengemukakan akan
memberi kemerdekaan kepada bangsa indonesia, maka tanggal 1 maret 1945
pemerintah militer jepang mengumumkan dalam waktu dekat akan dibentuk badan
yang bertugas menyelidiki dan menyiapkan hal-hal yang berhubungan dengan
kemerdekaan tersebut. Pada tanggal 29 april 1945 dibentuklah suatu badan yang
diberi nama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) atau Dokuritsu Zunbi Choosakai dengan ketua Dr.K.R.T. Radjiman
Wediodiningrat, tanggal 28 mei 1945 BPUPKI dilantik oleh Saiko Syikikan
pemerintah militer jepang yang dihadiri Jenderal Itagaki, Panglima Tentara VII
bermarkas di Singapura, dan Letjen Nagaki, Panglima XVI di jawa dan diadakan
pula pengibaran bendera kebangsaan jepang hinomaru oleh Mr.a.g.pringgodigdo dan
bendera sang merah putih oleh Toyohiku Masuda.
Dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara dilakukan
melalui tahapan-tahapan berikut, yakni:
1.
Sidang I tanggal 29 mei sampai dengan 1 juni 1945.
Dengan
tujuan mengumpulkan tentang segala pandangan sebagai dasar negara. Adapun
pandangannya :
a. pidato
pertama oleh Mr. Muhammad Yamin tanggal 29 Mei 1945.
Menyampaikan usul rumusan
konsep dasar Indonesia merdeka secara lisan dan tulisan yaitu:
1) Ketuhanan
Yang Maha Esa.
2) Kebangsaan
Persatuan Indonesia.
3) Rasa
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.
4) Kerakyatan
Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5) Keadilan
Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
b.
Tokoh-tokoh islam seperti K.H.Wahid Hasjim, Ki Bagoes
Hadikoesoemo, dll, tanggal 30 mei 1945 mengusulkan dasar Negara islam.
c.
Pidato kedua disampaikan Prof.Dr.Mr.R.Soepomo tanggal 31 mei
1945 yang isinya :
1) Negra
harus berdasarkan Negara Kesatuan yang bersifat integralistis.
2) Tiap
warga negara dianjurkan berKetuhanan.
3) Dalam
susunan pemerintahan negara harus dibentuk badan permusyawaratan rakyat, agar
kepala negara dapat bersatu jiwa dengan wakil-wakil rakyat.
4) Sistem
ekonomi hendaknya diatur berdasarkan asas kekeluargaan, sistem tolong-menolong
dan koperasi.
5) Negara
Indonesia yang besar atas semangat kebudayaan indonesia yang asli, dengan
sendirinya akan bersifat negara asia timur raya.
Disamping itu beliau mengusulkan dasar Negara, yaitu :
a) Persatuan
b) Kekeluargaan
c) Keseimbangan
Lahir Dan Batin
d) Musyawarah
e) Keadilan
Rakyat
d.
Pidato ketiga disampaikan Ir.Soekarno pada tanggal 1 juli
1945
Beliau menyampaikan rumusan Negara indonesiamerdeka sebagai
berikut :
1) Kebangsaan
Indonesia-Nationalisme
2) Peri
Kemanusiaan-Internationalisme
3) Mufakat
Atau Demokrasi
4) Kesejahteraan
Nasional
5) Ketuhanan
Yang Berkebudayaan
Ke lima asas tersebut kemudian diberi nama Pancasila,
kemudian diperas menjadi tiga sila yang disebut Tri Sila, yaitu :
a) Socio-Nationalisme,
Perasan Sila I&II
b) Socio-Democratis,
Perasan Sila III&IV
c) Ketuhanan
Ketiga sila itu lalu diperas lagi menjadi satu sila dan
disebut Ekasila yaitu : gotong royong.
Karena masing-masing usul setelah dibahas berkesimpulan
tidak sepakat maka dibentuklah panitia kecil penampung dan pemeriksa usul-usul
yang beranggotakan 8 orang dan disebut panitia 8 yaitu :
Ir.
Soekarno (ketua), Mr.A.A. Maramis, Ki Bagoes Hadikoesoemo, K.H. Wahid Hasjim,
M.Soetradjo Karthadikoesoemo, Rd. Otto Iskandardinata, Mr.Muh. Yamin, Drs.Moh. Hatta
2. Sidang II Panitia Kecil 22 Juni 1945
Dalam sidang pertama BPUPKI disepakati bahwa untuk menindak lanjuti
sidang yang belum mencapai kesimpulan dibentuk Panitia Kecil. Panitia Kecil ini
bertugas merumuskan hasil sidang I dengan lebih jelas. Anggota Panitia Kecil
ada Sembilan orang sehingga sering disebut Panitia Sembilan. Kesembilan tokoh
tersebut ialah:
a.
Ir. Soekarno (Ketua merangkap anggota);
b.
Drs. Mu. Hatta
(Wakil Ketua merangkap anggota);
c.
A.A. Maramis, S.H.
(anggota);
d.
Abikusno Cokrosuyoso
(anggota);
e.
Abdul Kahar Muzakkir
(anggota);
f.
Haji Agus Salim
(angota);
g.
K.H. Wahid Hasyim
(anggota);
h.
Achmad Soebardjo,
S.H. (anggota);
i.
Mr. Muh. Yamin
(anggota).
Sidang Panitia Sembilan ini dilaksanakan tanggal 22 Juni 1945 di Gedung
Jawa Hokokai Jakarta. Selain panitia sembilan, anggota BPUPKI lainnya juga
hadir dalam rapat tersebut, sehingga jumlah peserta rapat ada 38 orang.Dalam
sidang Panitia Kecil tanggal 22 Juni 1945 dihasilkan piagam Jakarta. Isi Piagam
Jakarta selengkapnya adalah sebagai berikut:
"Bahwa
sesunguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
menghan-tarkan rakyat.”
Indonesia kepada pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat,
adil, dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tumpah Darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu hukum dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan, dengan berdasar kepada: Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut
dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."
3. Sidang III BPUPKI
Sidang II BPUPKI diselenggarakan pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli
1945. Dalam sidang ini dibicarakan mengenai penyusunan Rencana Pembukaan
Undang-undang Dasar dan rencana Undang-undang Dasar serta rencana lain yang
berhubungan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam rapat tanggal 11 Juli
1945 dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar dengan susunan sebagai
berikut:
a. Ir. Sukarno;
b. R. Otto Iskandardinata;
c. B.P.H. Purbaya;
d. K.H. Agus Salim;
e. Mr. Achmad Subarjo;
f. Mr. R. Supomo;
Atas usul dari Husein Jayadiningrat dan Mr. Muh. Yamin, maka dalam
Panitia Perancang Undang-undang Dasar dibentuk Panitia Kecil dengan susunan
sebagai berikut:
1) Panitia Kecil Declaration of Rights, dengan susunan
anggota Mr. Achmad Subardjo (Ketua), Parada Harahap, dan dr. Sukirman
Wiryosanjoyo.
2) Panitia Kecil Perancang Undang-undang Dasar dengan susunan
Mr. Soepomo (Ketua), Mr. Achmad Soebardjo, K.P.R.T. Wongsonegoro, Mr. A.A.
Maramis, Mr. R.P. Singgih, K.H. Agus Salim, dr. Sukirman Wiryosanjoyo.
Dalam proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, terdapat
nilai-nilai juang yang digunakan para pejuang bangsa kita. Di antara
nilai-nilai juang tersebut adalah:
1) Nilai persatuan dan kesatuan mereka begitu menempatkan persatuan
dan kesatuan bangsa di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Nilai keikhlasan. Para perumus dasar negara kita saat itu tidak
terpikir untuk mendapat imbalan. Mereka ikhlas demi bangsa dan negaranya.
3) Berani menegakkan kebenaran dan keadilan. Demi keadilan, mereka
berani melakukan perjuangan di tengah-tengah bahaya.
4) Toleran terhadap perbedaan. Perumusan dasar negara diwarnai
dengan sikap menghargai perbedaan.
5) Nilai musyawarah mufakat. Mereka merumuskan dasar negara dengan
asas musyawarah untuk mencapai kata mufakat.
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi
beberapa dokumen penetapannya ialah :
a) Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) – tanggal 22
Juni 1945
b) Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar – tanggal 18
Agustus 1945
c) Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat
– tanggal 27 Desember 1949
d) Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara –
tanggal 15 Agustus 1950
e) Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama
(merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
D. Sejarah
Perumusan UUD 1945
Rumusan UUD 1945 yang ada saat ini merupakan hasil rancangan
BPUPKI. Naskahnya dikerjakan mulai dari tanggal 29 Mei sampai 16 Juli. Jadi,
hanya memakan waktu selama 40 hari setelah dikurangi hari libur. Kemudian
rancangan itu diajukan ke PPKI dan diperiksa ulang. Dalam sidang pembahasan,
terlontar beberapa usulan penyempurnaan. Akhirnya, setelah melalui perdebatan,
maka dicapai persetujuan untuk diadakan beberapa perubahan dan tambahan atas
rancangan UUD yang diajukan BPUPKI.
Perubahan pertama pada kalimat Mukadimah. Rumusan kalimat yang
diambil dari Piagam Jakarta," ...dengan kewajiban menjalankan syari'at
Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihilangkan. Kemudian pada pasal 4. Semula
hanya terdiri dari satu ayat, ditambah satu ayat lagi yang berbunyi,
"Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD". Dan, juga dalam pasal ini semula tertulis," wakil presiden
ditetapkan dua orang" diganti menjadi "satu Wakil Presiden".
Juga pada Pasal 6 ayat 1, kalimat yang semula mensyaratkan presiden harus orang
Islam dicoret. Diganti menjadi," Presiden adalah orang Indonesia
asli". Dan, kata "mengabdi" dalam pasal 9 diubah menjadi
"berbakti".
Tampaknya, BPUPKI, Panitia Perancang UUD dan juga Muh. Yamin lalai
memasukkan materi perubahan UUD sebagaimana terdapat dalam setiap konstitusi.
Hingga sidang terakhir pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI sama sekali tidak
menyinggungnya. Walaupun saat itu, sempat muncul lontaran dari anggota
Kolopaking yang mengatakan, " Jikalau dalam praktek kemudian terbukti,
bahwa ada kekurangan.
Usulan mengenai materi perubahan UUD baru muncul justru muncul
saat menjelang berakhirnya sidang PPKI yang membahas pengesahan UUD. Di tanggal
18 Agustus 1945 itu, Ketua Ir Soekarno mengingatkan masalah tersebut. Kemudian
forum sidang menyetujui untuk diatur dalam pasal tersendiri dan materinya
disusun oleh Soepomo. Tak kurang dari anggota Dewantara, Ketua Soekarno serta
anggota Soebarjo turut memberi tanggapan atas rumusan Soepomo. Tepat pukul
13.45 waktu setempat, sidang menyetujui teks UUD.
Dalam pidato pe-nutupan, Ketua Ir Soekarno menegaskan bahwa UUD
ini bersifat sementara dan, "Nanti kalau kita bernegara didalam suasana
yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap dan lebih
sempurna." Dari pidato ini, implisit tugas yang diemban oleh UUD 1945
sebatas mengantar gagasan (konsepsi) Indonesia masuk dalam wilayah riel
bernegara. Setelah itu, akan disusun UUD baru yang lebih lengkap dan sempurna.
Namun,dalam perjalanan selanjutnya, eksperimen ketatanegaraan tak
kunjung berhasil menetapkan UUD baru. Upaya yang dilakukan sidang Dewan
Kontituante berakhir dengan kegagalan. Walhasil, hingga 1959 belum juga mampu
disusun satu UUD baru yang lebih lengkap dan sempurna. Solusinya, UUD 1945
diberlakukan kembali. Kesejarahan konstitusi ini, jelas mengakibatkan banyak
dampak politis. Tulisan ini membatasi diri hanya pada kajian sejarah. Utamanya
yang berkait dengan watak asali dari UUD 1945. Apakah dengan dekrit - yang
melahirkan kesan inkonsistensi sikap Soekarno, sifat kesemntaraan UUD 1945
berubah menjadi definitif atau tetap. Satu dari dua kemungkinan yang jelas akan
berakibat serius pada perjalanan ketatanegaraan selanjutnya.
Sistematika UUD 1945 itu terdiri atas hal sebagai berikut:
1. Pembukaan
(mukadimah) UUD 1945
Terdiri atas empat alinea. Pada Alenia ke-4 UUD 1945
tercantum Pancasila sebagai dasar negara yang berbunyi sebagai berikut.
Pancasila
a. Ketuhanan
Yang Maha Esa.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c. Persatuan
Indonesia.
d. Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
e. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Batang
tubuh UUD 1945 terdiri
atas 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan 2 ayat aturan tambahan.
3. Penjelasan
UUD 1945 terdiri
atas penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.